Sabtu, Agustus 28, 2010

Agenda Sinting Peringatan 11 September dan Hipokritnya Barat

Oleh : Harits Abu ulya (Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)

Babak demi babak dunia terbuka matanya, terhadap kebesaran Islam dan kaum muslimin. Berhadapan dengan sikap hipokritnya barat dengan demok
rasinya yang makin terjun kedasar jurang irrasionalitas dalam berfikir dan bersikap. Isu yang paling panas menggelinding tanpa terbendung saat ini; polah tingkah rencana sekelompok kaum salibis (nasrani) yang di motori oleh pendeta Terry Jones, 58 tahun, pemimpin Gereja D
ove World Outreacch Center di Gainesville, Florida, AS. Dengan lantang dia menyerukan ke
suluruh gereja didunia; “Pada 11 September 2010, pukul 06.00-09.00,kita akan membakar al Qur’an untuk mengenang korban 11 September dan untuk berdiri melawan kejaha
tan Islam. Islam itu dari setan!”.(http://loganswarning.com/2010/07/13/us-church-starts-international-burn-a-koran-day/)

Sebuah gagasan yang terinspirasi dari laman Facebook dengan titel “Everybody Drow Muhammad Day”, bahkan dikabarkan pendeta Terry sudah membuat video untuk dijadikan guide pembakaran Al Qur’an.

Dunia Islam tidak hanya kali ini dihadapkan kepada upaya atau tindakan pelecehan dan pelanggaran hak-hak mereka sebagai muslim. 1,3 miliar muslim lebih dimuka bumi ini, kerap menyaksikan sikap durjana yang menjadi nilai inheren dari imperialisme yang diemban oleh AS dan sekutunya. Darah mereka tumpah di Iraq, di Afghanistan, di Palestina, di Yaman dan lainya, infrastruktur mereka hancur porak poranda dan menyisakan puing-puing dan derita. Sekedar mengingatkan; pelecehan, penghinaan, dan pelanggaran serius terhadap hak-hak asasi manusia sebagai muslim tidak hanya dalam bentuk pelecehan al Qur’an yang dilakukan serdadu AS di penjara Guantanamo-Cuba atau kartun Nabi dari Denmark, atau seperti yang akan dilakukan oleh pendeta Terry (11 September 2010).

Tapi apapun faktanya, kali ini perlu kita uji logika-logika yang dibangun oleh pendeta Terry begitu pula orang-orang yang mengiyakan gagasan sinting ini. Perlu kita ajukan beberapa pertanyaan; apa hubungan peristiwa 11 september 2001 dengan Al Qur’an? Kenapa al Qur’an harus menjadi subyek yang bertanggung jawab dari tragedi kemanusiaan? Dan bagaimana sikap Barat dan penguasa negeri kaum muslimin seperti halnya Indonesia?

Logika dengkul Sang Pendeta

Wajar sekali kalau reaksi keras; kemarahan dan celaan muncul dari kalangan muslim. Di kalangan orang salibis sendiri melahirkan kecaman keras terhadap rencana tindakan pendeta Terry Jones. Sebagian besar melihat gagasan pendeta Terry dibangun diatas logika yang sangat prematur bahkan logika dengkul (irrasionalitas). Sebuah rencana yang lebih tepat dikatakan; kebencianlah yang menjadi dasar bangunan logikanya. Demikian mudahnya pendeta Jones menjustifikasi orang muslim yang menjadi pelaku dari tragedi 11/9. Dan orang muslim melakukan tindakan “terorisme” dalam tragedi 11/9 itu sumber inspirasinya adalah kitab Al Qur’an. Oleh karena itu, dalam logika pendeta Jones peringatan 11/9 adalah momentum tepat untuk menjelaskan kepada dunia bahwa Islam dan al Qur’anlah sumber dari segala bencana, karenanya perlu di lawan dan dikumandangkan tentang masalah ini.

Logika pendeta Jones sangat “sinting”, yang lebih tampak adalah kebencian didalam dada mereka terhadap Islam dan kaum muslimin, kalau mau jujur ini adalah potret yang mewakili sentimen mayoritas yang silent masyarakat Amerika terhadap Islam. Jika kembali menoleh kebelakang; tragedi 11/9/2001 dengan runtuhnya gedung kembar WTC, AS melakukan invansi ke Afghanistan dibawah spirit “kristus” seorang presiden paranoid George W Bush. Tentu dengan tuduhan; rezim yang berkuasa di Afghanistan adalah teroris dan berada dibalik runtuhnya WTC. Kemudian dilanjutkan oleh Bush ke Iraq dengan dalih kurang lebih sama; negara teroris yang berpotensi membahayakan dengan senjata kimia pemusnah massalnya. Hingga sampai detik ini, belum ada satupun alasan yang dipakai Bush kemudian bisa dipertanggung jawabkan di hadapan publik dunia. Dalam penyelidikan terbuka dan akuntable, tidak ada satu bukti bahwa tergedi runtuhnya WTC ada kaitanya dengan kelompok al Qoida, pemerintahan Afghanistan waktu itu dan demikian juga yang kedua pada kasus Iraq. Semua akal-akalan Bush untuk membenarkan tindakan terorisnya atas dunia Islam khususnya Afghanistan dan Iraq.

Tapi apa yang dilakukan Bush telah mampu menyihir masyarakat Amerika, dan mengendapkan sentimen serius dalam jiwa kaum kristiani mayoritas di AS. Tuduhan; Islam dengan kitab sucinya al Qur’an adalah sumber tindakan-tindakan “terorisme” yang mengancam peradaban barat Amerika.Sekalipun disisi lain, juga menjadikan sadar sebagian anggota masyarakat tentang kejahatan dan rekayasa pemerintahan Bush. Yang akhirnya berbondong-bondong memeluk Islam, cukup interest untuk mengenal Islam dan mengkonsulidasikan dalam ruang publik masyarakat Amerika. Maka tuduhan Pendeta Jones sangat mengada-ada, dan sangat berbahaya yang telah melampui semua logika dan kepekaan masyarakat dunia. Dari realitas “konspirasi” seorang pendeta Jones membuat kesimpulan yang sinting, menjadikan kitab suci menjadi tempat pertanggungjawaban atas kejahatan manusia. Sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan sikap umat Islam, dalam rentang waktu yang tidak sebentar menghadapi sikon penuh pelanggaran terhadap harkat dan martabat mereka sebagai muslim yang dilakukan secara masif oleh negara imperialis AS dan sekutunya.Tapi orang-orang muslim belum pernah merespon tindakan brutal AS dengan semboyan perang “crusader” (perang salib) seperti yang dilontarkan dari mulut ponggahnya G.W.Bush (Presiden AS sebelum Obama) dalam bentuk tindakan seperti rencana pendata Terry Jones, belum terdengar kabar dan adanya bukti gerakan pembakaran Injil oleh masyarakat Islam dimanapun mereka berada.

Bagaimana sikap masyarakat Barat?

Beberapa pendeta Kristen menolak ide gila dari pendeta Jones, demikian pula DK PBB mengecam karena hal tersebut dianggap pelanggaran hak dan bukan kebebasan berekspresi. Tapi itu tidak menyurutkan langkat Jones, seperti halnya tulisan yang sangat kasar selalu terpampang didepan gereja Dove World Outreach Center :”Islam is of the devil (Islam adalah dari iblis)”, dimana Jones menjadi pendeta di gereja tersebut.

Dan sikap sinting Jones makin mendapat angin, dengan adanya rencana pembangunan Rumah Cordoba atau Park 51 (yang akan menjadi pusat kegiatan Islam) termasuk rencana pembangunan masjid, ditanah luas yang berjarak dua blok kearah utara dari tempat yang disebut “ground zero”. Dewan kota New York sudah menyetujui dan walikotanya Michail Blommberg mendukung.Tapi akhirnya tertunda karena terjadi tarik ulur kepentingan para politisi baik dari kubu Demokrat begitu juga kubu Republik. Sekalipun pembangunan itu sesuai dengan amandemen Pertama Konstitusi Amerika, yaitu soal kebebasan beragama, namun sentimen mayoritas masyarakat New York dan di representasikan oleh para politisinya menunjukkan paradoks demokrasi yang dianut oleh AS. Sejak awal propaganda media barat menjadikan salah paham, karena sesungguhnya komunitas muslim tidak membangun masjid dan semisalnya di ”ground zero”, tapi di tanah luas yang jaraknya dua blok dari “ground Zero” jarak yang lumayan jauh. Dengan berpikir obyektif, dalam ruang demokrasi tidak ada pelanggaran atas hak-hak orang kritiani oleh orang muslim. Kemudian bagaimana itu juga bisa dijadikan alasan pembenaran sekolompok orang kristen dibawah pendeta Terry Jones hendak melakukan pelanggaran serius terhadap harkat martabat orang muslim sedunia?.

Jika Obama konsisten dengan pernyataannya di Taman Balai Kota Columbus Ohio: ”Mereka punya hak yang sama melaksanakan kewajiban keyakinan mereka” dalam kesempatan berbeda ketika berbuka bersama dengan pemuka muslim di New York; ”mereka punya hak seperti warga negara lain, dengan keyakinan yang lain”. Sebuah bentuk dukungan Obama terhadap komunitas muslim, sekalipun kemudian di ralat oleh juru bicara gedung putih (Robert Gibbs); ”presiden tidak mengurus soal kebijakan tingkat lokal (New york)”,(washington Post). Dan akhirnya juga melahirkan kecaman dari kubu Republik di Senat dan Konggres, dalam pandangan mereka persoalnya bukan masalah keyakinan tapi masalah keamanan.Dan hingga saat ini juga tidak ada suara atau kritik resmi dari Vatikan (Paus). Sekali lagi disana kita dapatkan sebuah tuduhan yang sangat stereotif terhadap Islam. Komunitas Islam menjadi ancaman bagi Amerika dan masa depannya. Dan seorang Obama akhirnya tidak mudah untuk menghentikan segala bentuk provokasi anti-Islam yang berkembang di masyarakat Amerika termasuk rencana pendeta Terry Jones.

Ruang demokrasi, menampilkan sikap hipokrit barat terhadap dunia Islam. Dan dengan dalih kebebasan umat Islam berulang kali mendulang penghinaan oleh komunitas barat kafir. Dan sangat niscaya rencana Terry Jones terjadi, mengingat selama ini pelaku-pelaku penghinaan terhadap komunitas muslim juga aman-aman saja bahkan dilindungi oleh negara-negara barat dengan alasan kebebasan ekspresi dan demokrasi.

Implikasi lokal dan Peran penguasa Indonesia?

Semua membayangkan dan menduga, jika pembakaran al Qur’an ini terjadi maka ini akan menjadi krisis serius di dunia Islam, perang antar agama dan semisalnya. Atau ada dugaan sebaliknya, tidak memberikan efek apa-apa kecuali riak-riak kecil dalam bentuk demo yang berisi cacian dan makian.Tapi itu semua sporadis dan tentatif berlangsung hanya dalam beberapa waktu saja, akan hilang seiring dengan belitan problem-problem berikutnya yang antri untuk menghantam umat Islam.Mulai dari soal ekonomi, hingga krisis politik. Atau umat Islam khususnya di Indonesia sebagian besar akan membisu dan memaklumi, dengan bersikap sangat “toleran” (efuisme lemahnya iman) dan dianggap elegan kalau tidak terpancing atau merespon dengan tindakan-tindakan kekerasan dan balas dendam kepada komunitas kristen di Indonesia.

Langsung atau tidak, komunitas non-muslim di Indonesia merasa kawatir, was-was, dan cemas. Tidak bisa menerka lebih jauh apa yang akan dihadapi jika peringatan 11/9 di AS itu betul-betul dalam bentuk pelecehan dan penistaan terhadap al Qur’an (dengan membakarnya). Dalam konteks psikologi seperti ini, wajar kalau kemudian pihak gereja dan aktifisnya, begitu pula kelompok yang mengatas namakan gerakan pluralisme roadshow keberbagai pihak yang dianggap bisa mereduksi langkah-langkah destruktif dan unpredictible dari komunitas muslim di Indonesia.

Karena cemas dan kawatir yang menjadi dasar sesungguhnya dari pendekatan yang dilakukan oleh non-muslim, dengan berbagai strategi dan menggunakan berbagai komunitas dan elemen untuk menyumbat resiko tak terkendali nantinya. Misal; dengan sumbangan al Qur’an dari gereja, atau dialog lintas agama. Atau himbauan dan bahkan turut mengecam tindakan pendeta sinting Terry Jones. Ini semua lipstik untuk mendulang empati dan mengkebiri kesadaran umat Islam atas tiap jengkal pelecehan dan penghinaan atas diri mereka.

Satu sisi yang tidak berbeda dalam konteks ini, pemerintah terbiasa dengan strateginya akibat mandul politik luar negerinya. Tidak berusaha keras untuk menekan pemerintahan AS di bawah Obama yang sudah gembar-gembor cukup respek terhadap dunia Islam. Agar menghentikan kebebasan berekspresi yang diluar batas akal dan nurani manusia dari sekolompok orang kristinai dibawah kendali pendeta Terry Jones. Tapi sebaliknya, pemerintah dengan gerakan moderatisasinya berusaha membungkam reaksi umat Islam. Di tanamkan sikap toleran, moderat, dan menganggap semua itu bukan perkara serius yang perlu ditanggapi. Bahkan umat yang baik itu berdiam diri atas tindakan penghinaan diluar batas itu. Disini sering kita melihat sikap aneh penguasa negeri Islam terasuk Indonesia. Kenapa tidak mengamputasi sumber penyakit? Tapi sebaliknya memaksa dengan halus kepada umat Islam untuk menerima dan menganggap biasa terhadap penyakit tersebut. Wajar kalau kemudian umat ini kehilangan haibahnya (wibawa dan kehormatanya), dibawah kendali pemimpin yang tidak mengerti bagaimana berkhikmat untuk agamanya. Bisa jadi “ka’bah kiblat umat Islam itu di bombardir” penguasa juga akan diam seribu bahasa, dan akan lebih sibuk membungkan reaksi umat Islam dibandingkan dia menghukum orang yang telah menghinakan umat Islam.

Presiden Susilo BY, pernah mengatakan “AS is my second country”, barangkali pada kasus ini tidak terlalu “bebal” dan menunggu berfikir “matang-matang” untuk merespon isu dan peka terhadap aspirasi umat Islam di Indonesia. Dan SBY bisa meminta kepada Obama sebagai presiden dari negara keduanya SBY agar menghentikan ide sinting pendeta Terry Jones dalam peringatan 11/9. Jika terlambat, maka “militansi” akan tersulut demikian mudahnya, seperti tumpahan minyak ditengah terik matahari begitu peka terhadap pemantik api. Jangan sampai semua terlambat, dan para “pemadam kebakaran” yang dengan baju “moderat” dan “pluralisnya” sia-sia dengan apa yang mereka lakukan. Karena realitas sosial umat Islam; ada sebagian yang tidak solat dan lainya tapi akan bertaruh nyawa jika kehinaan (seperti rencana pembakaran al Qur’an) ini terjadi. Jangan sampai presiden SBY di cap tukang ngibul membual dengan retorika yang ambigu, seperti yang ditunjukkan dalam peringatan Nuzulul Qur’an di Istana Negara 26/8/2010: ”setiap individu dinegeri ini memiliki kemerdekaan beragama dan beribadah.Karena itu tidak boleh ada satupun yang memaksakan kehendak, apalagi dengan kekerasan..”. Apa itu artinya komunitas seperti Ahmadiyah dan semisalnya yang jelas-jelas menghina umat Islam itu juga dibiarkan dan harus bebas? Atau bahkan dianggap bagian dari keberagaman dan indahnya demokrasi? atau pelecehan dalam bentuk lainya baik di dalam negeri atau oleh orang non-muslim diluar negeri itu juga termasuk dinamika demokrasi dengan kebebasan berpendapatnya?

Ingatlah warning al Qur’an!

Sikap dasar yang dimiliki umat Islam dalam memandang hubungan dengan orang non-muslim sangat jelas.Standar kebenaran untuk bersikap tertuang dalam al Qur’an;

`s9ur 4ÓyÌö s? y7Ytã ß qåku ø9$# wur 3 t »|Á¨Y9$# 4Ó®Lym yìÎ6®Ks? öNåktJ¯=ÏB 3 ö@è% cÎ) y èd «!$# uqèd 3 y çlù;$# 3 ÈûÈõs9ur |M÷èt7¨?$# Nèduä!#uq÷dr& y ÷èt/ Ï%©!$# x8uä!%y` z`ÏB ÉOù=Ïèø9$# $tB y7s9 z`ÏB «!$# `ÏB

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.(QS. Al Baqarah: 120)

Begitu juga dipertegas lagi tentang posisi mereka dan hakikat sikap mereka:

$pk r'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#rä Ï Gs? ZptR$sÜÎ/ `ÏiB öNä3ÏRrß w öNä3tRqä9ù't Zw$t6yz (#r ur $tB ÷L êÏYtã ô s% ÏNy t/ âä!$ Òøót7ø9$# ô`ÏB öNÎgÏdºuqøùr& $tBur Ïÿ÷ è? öNèdâ rß ß¹ ç t9ø.r& 4 ô s% $¨Y¨ t/ ãNä3s9 ÏM»t Fy$# ( bÎ) ÷LäêZä. tbqè=É)÷ès? ÇÊÊÑÈ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”(QS.Al Imran:118)

Hari ini umat Islam terus menerus menemukan relevansi kebenaran dari ayat-ayat diatas dalam ruang demokrasi yang menghegemoni hampir seluruh negeri kaum muslimin.

Umat Islam mendapat penghinaan nyaris tanpa perlawanan, karena sikap hipokrit (munafik) Barat. Dan suatu ketika, siapa yang akan disalahkan jika bendungan kesabaran umat ini sudah di titik kulminasinya…Bisa jadi umat bisu seperti yang dikehendaki oleh orang kafir dan munafikin, atau sebaliknya akan bangkit dalam berbagai rupa, ini semua niscaya.Dan inilah buah simalakama demokrasi!.Wallahu a’lam bisshowab

Sumber : eramuslim.com

Kamis, Agustus 19, 2010

Al Ghazali dan Tiga Kategori Orang Yang Berpuasa

Oleh: Hamim Thohari


SUDAH berapa kali Anda berpuasa Ramadhan? Dan apa hasil puasa Anda selama itu?

Dibandingkan dengan hikmah dan fadhilah yang ditawarkan Ramadhan, rasanya terlalu sedikit yang telah kita capai. Revolusi kejiwaan yang semestinya terjadi setelah kita berpuasa sebulan penuh hingga puluhan kali Ramadhan masih juga belum kunjung tercapai. Yang terjadi justru hanyalah rutinitas tahunan: siang hari menahan diri dari lapar dan dahaga, selebihnya tidak terjadi apa-apa.

Imam Al-Ghazali mengelompokkan kaum muslimin yang berpuasa dalam tiga kategori. Pertama, mereka yang dikelompokkan sebagai orang awam. Kelompok ini berpuasa tidak lebih dari sekadar menahan lapar, haus, dan hubungan seksual di siang hari Ramadhan. Sesuai dengan namanya, sebagian besar kaum muslimin berada dalam kelompok ini.

Kelompok kedua adalah mereka yang selain menahan lapar, haus dan hubungan suami isteri di siang hari, mereka juga menjaga lisan, mata, telinga, hidung, dan anggota tubuh lainnya dari segala perbuatan maksiat dan sia-sia. Mereka menjaga lisannya dari berkata bohong, kotor, kasar, dan segala perkataan yang bisa menyakiti hati orang. Mereka juga menjaga lisannya dari perbuatan tercela lainnya, seperti ghibah, mengadu domba, dan memfitnah. Mereka hanya berkata yang baik dan benar atau diam saja.

Dikisahkan dalam kitab Ihya-ulumuddin, bahwa pada masa Rasulullah saw ada dua orang wanita. Pada suatu hari di bulan Ramadhan, saat mereka sedang berpuasa, rasa lapar dan haus tak tertahankan lagi hingga hamper-hampir saja menyebabkan keduanya pingsan. Maka diutuslah seorang pria untuk menghadap Rasulullah saw untuk menanyakan, apakah mereka boleh membatalkan puasanya. Rasulullah saw tidak langsung memberi jawaban, akan tetapi beliau justru mengirimkan sebuah mangkok, kemudian berpesan kepada utusan tersebut: “Muntahkan ke dalam mangkok ini apa yang telah dimakan”.

Peristiwa ini nampaknya mengundang perhatian banyak orang. Mereka yang menyaksikan peristiwa itu sangat terkesima melihat salah seorang wanita itu memuntahkan darah segar dan daging lunak sebanyak setengah mangkok, wanita satunya lagi pun memuntahkan hal yang sama hingga mangkok tersebut menjadi penuh. Setelah itu Rasulullah bersabda: “Dua perempuan tadi telah merasakan apa yang oleh Allah dihalalkan bagi mereka dan telah membatalkan puasa mereka dengan melakukan hal-hal yang dilarang Tuhan. Mereka telah duduk bersama dan bergunjing. Darah dan daging segar yang mereka muntahkan adalah darah segar orang yang telah mereka gunjingkan”.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda: “Ada lima perkara yang membatalkan puasa, yaitu: berbohong, bergunjing, memfitnah, mengucapkan sumpah palsu, dan memandang dengan nafsu”.

Kelompok kedua ini juga bisa menjaga mata dari melihat segala sesuatu yang dilarang syari’at. Matanya tidak dibiarkan liar memandang aurat perempuan atau lelaki yang tidak halal, baik secara langsung, maupun melalui tontonan televisi, gambar dan foto. Mereka sadar bahwa mata adalah panahnya setan, jika dibiarkan liar maka mata itu bisa membidik apa saja dan nafsu manusia cenderung membenarkan dan mengikutinya. Tentang bahaya pandangan ini, Rasulullah mengingatkan: “Pengaruh ketajaman mata adalah hak. Bila ada sesuatu yang mendahului taqdir maka itu adalah karena pengaruh ketajaman mata”. (HR. Muslim)

Tak kalah pentingnya adalah menjaga telinga dari mendengar segala sesuatu yang menjurus kepada maksiyat. Mereka yang termasuk kelompok ini tidak akan asyik duduk bersama orang-orang yang terlibat dalam perbincangan yang sia-sia. Termasuk perbuatan sia-sia adalah mendengar lagu-lagu yang syairnya tidak mengantarkannya pada mengenal kebesaran Allah. Mereka juga meninggalkan percakapan penyiar dan penyair yang menghambur-hamburkan kata tanpa makna.

Mereka segera meninggalkan orang yang sedang ghibah, apalagi memfitnah, karena mereka sadar bahwa orang yang mengghibah dengan orang yang mendengar ghibah itu sama nilai dosanya. Maka alternatifnya hanya dua, yaitu mengingatkan atau meninggalkan majelis tersebut.

Dalam hal ini Allah berfirman: “Maka janganlah kamu duduk bersama mereka sampai mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka”. (QS. An-Nisaa: 140)

Di bulan Ramadhan, kelompok ini juga menutup telinganya rapat-rapat dari segala suara yang dapat mengganggu konsentrasinya dalam mengingat Allah. Sebaliknya, mereka membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengar ayat-ayat suci al-Qur’an, mendengar majelis ta’lim, mendengar kalimat-kalimat thayibah, dan mendengar nasehat-nasehat agama. Ketekunan dan kesibukan menyimak kebaikan dengan sendirinya akan mengurangi kecendrungan mendengar sesuatu yang sia-sia, apalagi yang merusak nilai ibadahnya.

Selebihnya, mereka juga menjaga tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuhnya dari segala yang dilarang syari’ah. Mereka menjaga tangannya dari memegang sesuatu yang tak halal. Mereka juga mengendalikan kakinya dari melangkah ke tempat yang haram. Demikian juga terhadap perutnya, mereka menjaga agar perutnya hanya diisi makanan yang halal saja. Baik ketika sahur maupun pada saat berbuka puasa.

Dalam pandangan Islam, makanan haram itu sama dengan racun, sedangkan makanan halal itu adalah obat, jika diminum sesuai dengan porsi dan dosis yang tepat. Tapi jika jika dikonsumsi secara berlebihan, maka makanan itu bisa berubah menjdai racun yang sangat membahayakan kesehatan tubuh. Itulah sebabnya, orang-orang yang berpuasa secara benar terlatih untuk hanya memakan makanan dan minuman yang halal saja. Itupun dalam takaran dan dosis yang normal, tidak berlebih-lebihan. Mereka tidak akan berbuka puasa dengan cara makan dan minum berlebih-lebihan.

Jika kaum muslimin berpuasa seperti puasanya kelompok yang kedua ini, sungguh akan terjadi perubahan sosial yang luar biasa. Antara sebelum dan sesudah Ramadhan pasti ada perubahan sikap, perilaku, dan tindakan yang khas. Jika perubahan itu dilakukan oleh sebuah masyarakat yang hidup dalam sebuah Negara yang bernama Indonesia, maka revolusi moral pasti terjadi secara nyata.

Tak perlu dibentuk Komisi Anti Korupsi, karena sudah tidak ada lagi pelakunya.

Sayang, untuk target minimal tersebut kita masih belum bisa melakukannya. Akibatnya, antara sebelum dan sesudah puasa tidak terjadi apa-apa. Yang sebelum Ramadhan merokok, sesudah puasa kembali merokok. Bila sebelum puasa korupsi, sesudah puasa, praktek itu diulangi kembali. Padahal jika target menjadi kelompok kedua ini tercapai, separoh permasalahan Negara dan bangsa bisa diatasi. Apalagi jika kita bisa mencapai target yang lebih tinggi, menjadi kelompok ketiga.

Adapun kelompok ketiga, menurut Al-Ghazali adalah mereka yang berada dalam kategori khususul khusus atau al-Khawwas. Mereka tidak saja menjaga telinga, mata, lisan, tangan, dan kaki dari segala yang menjurus pada maksiyat kepada Allah, akan tetapi mereka juga menjaga hatinya dari selain mengingat Allah. Mereka mengisi rongga hatinya hanya untuk mengingat Allah semata-mata. Mereka tidak menyisakan ruang sedikitpun dalam hatinya untuk urusan duniawi. Mereka benar-benar mengontrol hatinya dari segala detakan niat yang menjurus pada urusan duniawi. [sahid/hidayatullah.com]

Sabtu, Agustus 14, 2010

Islam dan Isu Terorisme di Indonesia

Dalam kasus-kasus terorisme, masyarakat sering hanya diberi “pertunjukan”

Oleh: Afriadi Sanusi*


ISLAM mengajar kita untuk menyelidiki kebenaran apa yang dilihat dengan sikap tabayyun. Dalam dunia akademik, kita selalu dilatih untuk bersikap kritis
untuk bertanya tentang; Apa, Siapa, Bagaimana, Kapan, Di mana, dan Kenapa? Dalam falsafah,
kita juga diajarkan untuk, “berikan 25% kepercayaan terha
dap apa yang kita dengar, berikan 50% kepercayaanmu terhadap apa yang kamu lihat, dan percayalah setelah melakukan penyelidikan”.

Para pejuang berani mati di Palestina yang berjuang untuk mem
pert
ahankan agamanya, nyawa, akal, keturunan dan harta , dikatakan sebagai “teroris” oleh konse
p yang diciptakan oleh Barat yang menjadi “wayang” nya Yahudi Israel.

Namun, Israel yang menjajah Palestina, Amerika yang menghancurkan Iraq dan Afghanistan, Thailand yang membunuh umat Islam di Pathani, Fiilipina yang memerangi umat Islam di Moro, dan sebagainya, tidak disebut “teroris”.

Dalam sebuah kajian ilmiah menyatakan, mayoritas rakyat Amerika tidak percaya dengan isu terorisme 11 september 2001, Usama, dan sebagainya itu. Seorang Profesor Amerika mengatakan, “terorisme” berlaku hampir di semua negara dari dan oleh berbagai agama, suku, dan kaum.

Di zaman penjajahan --karena agama, nyawa, harta dan kehormatan mereka dijajah, ditindas, dan dizalimi-- para pejuang kemerdekaan muslim yang memerangi penjajah dengan peralatan dan seadanya, dikatakan sebagai “extremist” atau pengacau keamaan oleh penjajah ketika itu.

Di zaman Orde Lama (Orla), para pejuang kemerdekaan muslim yang telah mengorbankan harta, pemikiran, dan dirinya melawan penjajah, tetapi tidak setuju dengan kebijakan Soekarno, dianggap sudah mendekati dan bersahabat dengan komunis ateis, yang telah menyebabkan terbunuhnya jutaan anak bangsa yang tidak berdosa.

Kaum muslim dituding sebagai kontra revolusi dan “diperangi” oleh Soekarno yang sama sekali tidak pernah ikut berperang mengangkat senjata melawan penjajah.

Di masa Orde Baru (Orba), para pemikir muslim yang peduli dan khawatir dengan masa depan bangsa Indonesia yang hampir roboh karena pengkhianatan terhadap bangsa dan negara akibat budaya KKN yang dilakukan oleh para aparat negara, dikatakan tidak Pancasilais dan disingkirkan oleh Soeharto dengan berbagai cara. Padahal di waktu yang sama Soeharto dan kroninya melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

Di zaman Reformasi, umat Islam yang ingin menjalankan ajaran Islam secara kaffah, memperjuangkan hak-hak mereka sebagai umat yang mayoritas, disebut sebagai “teroris” dan harus dibasmi dari akar-akarnya. Pelanggaran yang dilakukan oleh segelintir orang, dinisbatkan ke seluruh umat Islam.

Siapakah sebenarnya yang layak disebut extremist, kontra revolusi, tidak Pancasilais, “teroris”? Siapakah sebenarnya pencinta keamanan, yang punya semangat revolusi, yang Pancasilais, dan yang paling bertoleransi?

Mari kita lihat logika sederhana saja. Front Pembela Islam (FPI) yang melihat bahwa fungsi pemerintah terutama polisi, yang sangat lemah dalam mencegah kemungkaran yang melanggar undang-undang, berusaha “membantu“ tugas dan kerja polisi yang tidak bekerja dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan benar itu, akhirnya harus menerima resiko sebagai “Islam garis keras” dan semua LSM meminta agar FPI dibubarkan.

“Teroris” Nasional

Kita sering dibuat lupa tentang “teroris” yang sangat dahsyat dan membunuh masa depan bangsa ini. Banyak “teroris” yang telah membunuh hak-hak rakyat di bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, dan pembangunan, namun mereka justru tak mendapat perhatian. “Teroris” yang telah melanggar hak asasi manusia (HAM) bangsa Indonesia justru digaji, mendapat makanan yang sehat, perumahan yang layak, infrastruktur yang baik, pendidikan, kesehatan, pelayanan publik yang berkualitas.

Hampir bisa dipastikan, jika ada kasus besar menyangkut KKN di negeri ini, pasti akan ada isu baru dan membuat orang segera cepat lupa.

Di saat BBM dan harga Sembako naik, ada isu pembubaran FPI dan organisasi massa. Di saat para koruptor mengkhianati negara dan bangsa melalui berbagai kasus seperti Century, BII, Rekening Gendut Polisi, Gurita Cikeas dan sebagainya, lalu ada kasus video porno artis, penyergapan teroris, dan penangkapan Ustad Abubakar Ba’asyir.

Kepala Negara dan polisi bisa saja berdalih tak ada hubungan dengan pengalihan isu. Namun, cobalah turun ke warung, gang-gang dan terminal. Tanyakan pada masyarakat, apakah mereka percaya itu?

Sudah bukan rahasia, agen-agen intel sering melakukan rekayasa kepada umat Islam. Dalam kasus-kasus terorisme, kebanyakan masyarakat sering hanya diberi “pertunjukan” betapa gagahnya Densus 88 menembak mati orang, tanpa ada data jelas tentang; Siapa, Mengapa, Kapan, Di mana, dan Bagaimana hal itu terjadi?

Saya melihat aparat di Indonesia masih sangat jauh dari apa yang disebut dengan profesional bila dibandingkan dengan aparat di negara lainnya. Kita tidak pernah tahu statistik tingkat kriminal dan pelanggaran yang berlaku di negara ini. Berapa persen kasus yang diselesaikan oleh polisi dan bagaimana perkembangannya setiap tahun.

Apakah polisi berhasil mengurangkan tingkat kriminalitas dan pelanggaran setiap tahun atau sebaliknya gagal total? Yang sering dirasakan masyarakat, adalah arogansi aparat keamanan kita, termasuk anggota polisi.

Bahkan sering ada ungkapan-ungkapan sinis di masyarakat. “Kalau kehilangan motor melapor ke polisi, Anda akan kehilangan sebuah mobil untuk membayar polisi.”

Jangan sampai ungkapan-ungkapan ini menjadi pemahaman yang diyakini masyarakat. Jika itu terjadi, yang rugi juga polisi dan aparat. Jangan sampai pula seperti di Malaysia. Di Malaysia, orang begitu malu menjadi tentara dan polisi, karena pekerjaan ini dianggap rendah. Mereka menjadikan pekerjaan sebagai polisi sebagai pilihan terakhir. Sering berlaku di Malaysia penerimaan anggota tentara dan polisi kurang dari harapan akibat kurangnya minat masyarakat Malaysia untuk menjadi tentara dan polisi. Begitu juga di negara lainnya, seperti Mesir dan sebagainya.

Kesimpulan

Isu terorisme adalah tugas, tanggung jawab dan amanah yang harus dibuktikan oleh pihak kepolisian untuk kemudian diserahkan kepada kehakiman untuk diadili dengan profesional, seadil-adilnya tanpa rekayasa dan intervensi pihak asing.

Sebagai sebuah tugas, masyarakat awam tidak perlu dilibatkan untuk ikut serta dalam memikirkan apa yang sebenarnya menjadi tugas pihak polisi dan kehakiman. Perkara-perkara yang seharusnya menjadi tugas polisi ini tidak perlu menjadi konsumsi publik yang sengaja dibesar-besarkan oleh media massa.

Isu terorisme, juga sangat tidak perlu publikasi secara besar-besaran untuk tujuan popularitas, sebagaimana sering terjadi di TV Indonesia. Herannya, di Indonesia, situasi ini justru jadi dagangan media, tanpa mengukur perasaan umat islam.

Karena di samping akan merugikan imej dan nama baik seluruh umat Islam yang mewakili 88% rakyat di negara ini, juga masalah terorisme memang adalah tugas dan tanggung jawab pihak polisi dan kehakiman.

Aparat dan media harus peka dalam masalah. Imej yang merugikan kaum muslim akan dicatat dan disimpan umat Islam dalam waktu yang lama. Jika mereka terlukai perasaanya, luka itu belum tentu sembuh dalam waktu hanya beberapa tahun.

Mengapa harus umat Islam jadi perhatian? Karena faktanya, mereka mayoritas di sini. Dan setiap isu terorisme, terutama media massa, pasti mengaitkannya dengan Islam. Jadi, bagaimana mungkin umat Islam bisa diam dan duduk tenang?[hidayatullah.com]

*)Penulis adalah PhD Candidate Islamic Political Science, University of Malaya

Senin, Agustus 02, 2010

Umat Islam, Sering Jadi “Korban” Media




Beda dengan agama lain, di mana memdia tak pernah ada menyebut “Hindi Terrorists”, “Christian terrorists” atau “Catholic Terrorists”

Hidayatullah.com--Pemberitaan yang ada di media kerap tendensius.
Parahnya, umat Islam yang justru sering jadi korban. Kejadian itu, sering dilakukan media Bara
t dan tak sedikit juga media nasional. Banyak berita yang tidak adil (unfair) dalam memberit
akan Islam. Pernyataan ini disampaikan Direk
tur Media Watch, Sirikit Syah, “Kapitalisme Pers dan Umat Islam” di Unair, Surabaya Sabtu (31/7).
Contoh yang paling jelas, ujar Sirikit, pemberitaan yang dilakukan Majalah TIME tahun 1998. Majalah tersebut, katannya sangat tendensius dalam memberitakan pertikaian kelompok antara pemuda di Ketapang, Jakarta dengan pendatang Ambon, di wilayah pusat hiburan. Karena ulah TIME, jelas Sirikit, konflik Ambon jadi meledak.
Seperti diketahui, majalah tersebut secara vulgar memuat gambar pengejaran dan penyembelihan orang Ambon. Tidak hanya itu, identitas kelompoknya disebutkan dengan jelas identitas agama dan kesukuannya. Padahal, kata Sirikit, konflik itu tidak lain hanya masalah lahan parkir dan perilaku sehari-hari, tapi sayangnya oleh TIME justru dipotret sebagai konflik agama.
Tak pelak, orang Ambon yang lari dari Jakarta kemudian “membantai” umat Islam yang sedang shalat Idul Fitri di masjid Ambon, tepatnya Februari 1999-dua bulan setelah laporan TIME.
Lebih jelas, Sirikit mengatakan, dalam kasus pengeboman di Indonesia, media barat dengan mudah menyebut “Islamic terrorist”. Mungkin benar pelakunya beragama Islam, tapi kata Sirikit, menempelkan label Islam pada kata “teroris” sebuah stigmatisasi sistematis. Beda halnya dengan agama lain. Katanya, belum pernah ada penyebutan “Hindi Terrorists”, “Christian terrorists”, “Catholic Terrorists”, dan “Budhist Terrorists” dan sebagainya.
Senada dilakukan The New York Times, dalam peristiwa pengeboman di Jakarta tahun lalu, korespondennya buru-buru menulis berita dengan judul, “Militants Eyed in Indonesia Bombing”. Dan, di lead berita, ada kalimat yang ditulis, “Islamic terrorists”. “Sangat judgemental, menghakimi, trial by the press,” ujar Sirikit.
Pemberitaan media massa juga terlihat tidak adil ketika eksekusi Tibo dkk (2006). Media mainstream ramai-ramai membela Trio Tibo dengan headline dan opini utama anti hukuman mati. Tidak hanya itu, ujar Sirikit, dalam insiden Monas, Munarman difitnah di halaman pertama sebuah media nasional.
Lebih mengherankan lagi, kata Sirikit, pemberitaan Syekh Puji. Seolah tak ada penjahat lain sehingga harus menyeret Syekh Puji yang jelas-jelas menikah secara resmi, atas dasar cinta kasih dan sedang hidup bahagia. Puji dan Ulfa tidak melanggar hak siapa-siapa dan tidak menyakiti siapa-siapa. Sebab, lanjut Sirikit bila alasan hanya nikah di bawah umar, ada berapa banyak pasangan di bawah umur yang harus ditahan?
Lagi pula, kata Sirikit, bila Indonesia mengakui Islam, bukankah perkawinan sah bila perempuan telah akil baligh?
Selain Sirikit Syah, seminar yang diprakarsai Dept. Ekonomi Syariah Unair dan INPAS Surabaya, menghadirkan peneliti INSISTS Dr. Adian Husaini dan Ketua Dewan Pengawas Pengurus Pusat PRSSNI, Judy Djoko Wajono.
Adian dalam kesempatan itu mengatakan, umat Islam memang kerap “dianiaya” media. Tapi, lanjut Adian, peristiwa ini tak harus menjadikan umat Islam sampai putus asa. Jika memang tidak ada yang bisa dilakukan, bisa dengan doa. Sebab, doa orang yang dianiaya, kata Adian cepat dikabulkan Allah.
Nah, jika ada upaya stigmatisasi opini terhadap Islam, bisa jadi, karena doa itu, opini tersebut, suatu saat justru akan berbalik. [ans/hidayatullah.com]




Kamis, Juni 17, 2010

Berbenah Diri di Bulan Rajab

Oleh : Yulia Savitri

It is Syahru Rajab! Artinya Bulan Suci Ramadhan tinggal dua bulan lagi dalam hitungan tahun hijriyah. Apa yang sudah aku siapkan untuk menyambutnya? Apa aku memang sudah siap menyambutnya?

Kurasa berbenah diri adalah langkah awal untuk meyakinkan bahwa aku siap menyambutnya. Berbenah diri seiring dengan perjalanan panjang dalam perkembangan hidupku.

Kau tahu, kehidupan pada hakikatnya adalah gerak yang tak pernah berhenti, kecuali bila dihentikan sendiri oleh Sang Maha Penggerak. Karenanya, aktivitas dan kebutuhan keseharian pun harus berproses, bermetamorfosa, berkembang ke arah penyempurnaan yang tidak terhingga.

Uuuw… tampak berat postinganku kali ini.

Aku memahami bahwa perkembangan itu ada dua, yaitu perkembangan fisik dan perkembangan ruhani. Tentu saja, karena diri ini pun terdiri dari dua unsur yaitu unsur lahir (jasadiyyah) dan unsur bathin (ruhaniyyah). Perkembangan fisikku sudah selesai sampai di sini.

Tubuhku yang awalnya berasal dari segumpal darah yang bertumbuh menjadi segumpal daging lalu mengembang lagi menjadi tulang-belulang*, tentu tidak akan lagi berubah menjadi sesuatu yang lain. Ada pun yang akan berkembang adalah diri ini; ‘kesadaran diri’ yang kadang merasa tidak percaya diri, tidak mampu, atau susah.

Bila aku yakin, rasa tidak percaya diri itu akan berubah menjadi percaya diri, rasa susah menjadi bahagia. Karena kata Mulla Sadra (filsuf muslim): “Al-nafs jismiyyah al-huduts ruhaniyyah al-baqa’ (Jiwa bermula secara material dan berkelanggengan secara spiritual).ﺏ

Ow..ow… semakin berat pembahasannya 8O

Berbenah diri seperti apa yang harus kulakukan? Hmm… hai teman, pernahkah kau dengar istilah menyucikan jiwa? Mungkin seperti itulah yang disebut berbenah diri seharusnya. Allah SWT berfirman: “Qad aflaha man zakkaahaa (Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu)". Semoga kita semua termasuk dalam golongan itu ya.

Menyucikan jiwa yang dimaksud tentulah yang bentuknya secara proporsional. Dalam ayat ini Allah menempatkan jiwa kita seperti harta yang kita miliki. Maksudnya, jiwa itu ada zakatnya sebagaimana harta. Diri ini juga harus dizakati, disucikan. Ketika zakat diartikan sebagai sebuah penyucian dan diketahui bahwa harta yang dikeluarkan dalam bentuk zakat itu adalah amanat yang harus disampaikan kepada yang hak, maka begitu juga dengan zakatnya jiwa. Jiwa ini mempunyai sifat-sifat yang berhak dimiliki oleh Yang Berhak.ﺙ

Maka dari sini aku berfikir bahwa penyucian jiwa berarti mengeluarkan zakat jiwa dengan cara tidak melewati batas yang telah ditentukan untuk diri dan memegang teguh komitmen statusku sebagai seorang hamba.

Bahasa sederhananya mungkin ‘tidak sombong dengan membesarkan nama diri karena hanya Allah yang maha besar’. Kesimpulanku, tetap berusaha berbenah diri, menyucikan jiwa dengan membersihkannya dari hal-hal yang tercela dan menghiasinya dengan perbuatan-perbuatan yang membuatnya menjadi mulia.

Uhhh… ada yang paham dengan apa yang kutulis? Ya, inilah refleksiku tentang diri, jiwa yang masih tergadai oleh tuntutan orang lain. Tidak terpahami, mungkin memang ilmuku masih sedikit. Mohon maaf :

Ya Allah berkahilah kami dibulan Rajab & Sya’ban serta berikanlah kami kesempatan untuk sampai pada bulan Suci Ramadhan.

Sumber : eramuslim.com

Minggu, Mei 30, 2010

Millatfacebook.com Situs Facebook Rasa Pakistan








Kelompok Islam Pakistan meluncurkan situ jejaring sosial baru untuk bersaing dengan situs jejaring sosial terkemuka "Facebook", ditengah harapan mereka situs yang mereka buat akan menarik partisipasi sekitar 1,6 milyar umat Islam dunia, setelah pengguna Facebook yang asli membuat heboh dengan meluncurkan grup hari menggambar nabi Muhammad.

Situs saingan Facebook yang bernama MillatFacebook.com merupakan salah satu situs jejaring sosial Muslim yang pernah ada. Sebelumnya Facebook salah satu situs jaringan sosial terbesar telah diblokir oleh Otoritas telekomunikasi Pakistan pada hari Rabu lalu karena mempublikasikan halaman grup "hari menggambar nabi Muhammad".

Akses terhadap situs itu telah diblokir (walau sekarang telah dibuka kembali) karena Semua warga Pakistan marah atas tindakan Facebook tersebut yang "menghujat" Nabi Muhammad (SAW). Umat Islam di seluruh dunia sempat memboikot situs itu khususnya di Pakistan.

MillatFacebook.com adalah pertama kalinya situs jejaring sosial Pakistan yang diciptakan oleh sekelompok anak muda profesional dibidang IT di kota Lahore.

Tujuan dasar dari menciptakan dan meluncurkan website millatfacebook.com agar umat Islam dapat berinteraksi bersama lewat situs jejaring sosial yang buatan umat Islam sendiri.

MillatFacebook dibuat sebagai reaksi dari tindakan penghujatan yang dilakukan oleh situs jejaring sosial Facebook.

Usman Zaheer, yang merupakan pemilik situs MillatFacebook.com Pakistan mengatakan bahwa situs jejaring sosial buatan mereka adalah pesaing dari Facebook dan timnya berusaha menempatkan yang terbaik untuk membuat MillatFacebook menjadi salah satu situs sosial yang besar dan sukses di dunia. Menurut dia sekitar 4.300 orang telah bergabung dengan situs buatan mereka.

Situs jejaring sosial MillatFacebook.com, tidak berbeda jauh dengan situs Facebook yang asli bahkan tampilan halaman mukanya pun dibuat agak serupa dengan Facebook yang asli. Good job bro..mabruk(fq/imo)

Sumber : eramuslim.com

Kamis, Mei 27, 2010

Evolusionis Inggris Ketakutan Teorinya Dikritisi

Buku pengajaran kritis dan berimbang teori evolusi beredar luas di Inggris. Evolusionis berupaya menyensor.

Mengkaji masalah-masalah yang diperselisihkan merupakan sebuah cara yang terbukti membangkitkan ketertarikan siswa dan mendorong keterlibatan mereka dalam belajar." Demikian ulas organisasi Truth in Science yang baru-baru ini menyebarluaskan buku Explore Evolution: The Arguments for and against Neo-Darwinism, yang mengajarkan secara berimbang dan kritis teori evolusi itu (baca: Buku Pengajaran Berimbang Teori Evolusi Beredar di Inggris). Buku ini
dapat diperoleh secara gratis selama persediaan masih ada dengan mengajukan surat permohonan dalam bahasa Inggris ke lembaga tersebut melalui email: info@truthinscience.org.uk .
Ada yang tidak suka

Perdebatan dan perbedaan pendapat yang berseberangan mengenai suatu teori ilmiah adalah hal biasa di dunia ilmiah. Namun anehnya, perdebatan dan silang pendapat di kalangan ilmuwan mengenai teori evolusi, yang dikemukakan sebagai teori ilmiah, justru ingin ditutup rapat oleh sebagian kalangan. Mereka ini sangat tidak suka dengan beredarluasnya buku Explore Evolution tersebut dan menghendaki agar para pelajar mengkaji teori evolusi dari satu arah, yakni dari pihak mereka yang membenarkan teori evolusi saja.

Contoh pihak yang tidak suka tersebut adalah Ikatan Humanis Inggris (British Humanist Association, BHA). Lembaga ini terkenal menyebarluaskan ideologi materialis bagi ilmu pengetahuan dan telah menyerukan tindakan melawan buku Explore Evolution. Menurut Truth in Science, ulasan BHA mengenai buku tersebut sama sekali keliru dan tidak tepat.

BHA menyatakan bahwa buku tersebut memiliki isi yang bersifat relijius, menelaah pernyataan-pernyataan penjelasan berdasarkan sudut pandang penciptaan dan/atau perancangan cerdas, sepihak, atau tidak ilmiah. Namun ini semua adalah fitnah, hasutan, dan tidak berdasar sama sekali dari evolusionis dogmatis yang takut akan diajarkannya teori evolusi secara ilmiah, berimbang, kritis dan bukan sebagai ideologi asas tunggal.

Isapan jempol

Dengan membaca sendiri halaman demi halaman buku Explore Evolution yang tersebar luas, dijual bebas, dan bahkan bisa didapatkan gratis selama persediaan masih ada itu, orang akan tahu betapa pernyataan BHA itu sekedar isapan jempol belaka. Sebab, buku Explore Evolution secara keseluruhannya hanya membatasi diri menelaah teori evolusi Darwin, dan bukan teori-teori tandingan lain. Penjelasan dan bukti yang dikemukakan di dalam buku itu hanyalah bersifat ilmiah, dan bukan filosofis atau relijius.

BHA juga mengeluhkan bahwa sejumlah bukti-bukti ilmiah yang mempertanyakan kebenaran Darwinisme di buku Explore Evolution juga digunakan oleh kalangan pendukung penciptaan dalam karya-karya mereka. Sudah pasti keberatan seperti ini adalah ungkapan ketakutan yang tidak masuk akal. Nilai kebenaran bukti ilmiah tidak bertambah atau berkurang dikarenakan penggunanya. Menurut Truth in Science, guru-guru sekolah di Inggris sangatlah cakap menggunakan nalar mereka sendiri untuk menelaah hal-hal yang menjadi perselisihan di kalangan ilmuwan seperti sejumlah teori neo-Darwin. Mengenai pokok bahasan sepenting asal-usul manusia, siswa memiliki hak untuk mendengar penjelasan dari lebih dari satu pihak.
Pembakaran buku gaya modern

Truth in Science menyamakan upaya-upaya sejumlah pihak yang mencegah agar buku Explore Evolution tidak dipelajari siswa dan publik Inggris itu sebagai pembakaran buku gaya modern. Mereka menyerukan dihentikannya upaya sensor terhadap bukti-bukti yang melemahkan teori evolusi.

Tindakan diktatorisme tidak ilmiah yang dilakukan evolusionis Inggris ini bukan pertama kalinya. Tindakan tidak ilmiah seperti itu sudah pasti bukan muncul dari nalar, akal atau rasio yang ilmiah, namun dari luapan emosi, perasaan, dan keyakinan dogmatis yang memunculkan ketakutan akan ambruknya teori evolusi. Tidak heran jika beragam cara tidak intelek dan tidak ilmiah digunakan demi mencegah runtuhnya teori evolusi. Sebut saja pemecatan yang dilakukan terhadap rekan sesama evolusionis mereka, profesor Michael Reiss, yang berseberangan dengan evolusionis lainnya (baca: Kedzaliman Evolusionis di Inggris).

Adalagi profesor Steve Jones, evolusionis asal University College London, Inggris, yang secara tidak ilmiah mengemukakan jam tangan Rolex sebagai bukti evolusi. Dia mengulasnya dalam wawancara dengan sebuah koran Jerman pasca kekhawatiran akan semakin kritisnya siswa Inggris dalam mempertanyakan teori evolusi (baca: Membuktikan Evolusi dengan Jam Rolex).

Upaya diktatorisme apa pun yang dilakukan evolusionis dalam mencegah masuknya pengajaran berimbang teori evolusi di sekolah sepertinya tidak akan berhasil. Bukti-bukti ilmiah yang membantah teori evolusi yang selama ini mereka coba sembunyikan di dunia ilmiah dan di dunia pendidikan telah terungkap. Masyarakat luas dan para siswa sekarang juga belajar ilmu pengetahuan, termasuk teori evolusi, dari sumber-sumber selain yang diajarkan di sekolah mereka, terutama melalui internet.

Tidak heran jika semakin hari semakin banyak pula orang yang tidak lagi mempercayai teori evolusi, yang selama ini diajarkan di sekolah layaknya ideologi asas tunggal. Di Inggris, tanah tumpah darah bapak teori evolusi Darwin sendiri, sekitar 50 persen warganya tidak lagi yakin bahwa teori evolusi masih memadai untuk menjelaskan struktur rumit pada sebahagian makhluk hidup, sehingga campur tangan suatu perancang diperlukan pada tahapan-tahapan utama (baca: Kado Inggris di Ulang Tahun Darwin). Lebih dari 50 persen mereka menghendaki agar teori evolusi tidak lagi diajarkan sendirian sebagai satu-satunya teori. (wwn/tis/hidayatullah.com)


Ilustrasi: wikimedia.

sumber : vivanews.com