Rabu, Maret 14, 2012

TOLERANSI DALAM ISLAM

Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Pengasih Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Shalawat dan salam tercurahkan atas Baginda Nabi Besar Muhammad SAW Sang Tauladan ummat dan segenap keluarganya, sahabatnya, dan bagi siapa saja yang mengikuti jalan mereka sampai dengan hari kiamat.

Dunia Islam saat ini sedang didera oleh berbagai macam ujian baik dari luar maupun dari dalam. Salah satu yang membuat Islam semakin terpuruk adalah hilangnya sikap toleransi di antara ummat islam itu sendiri dengan sesama ummat islam. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah mulai hilangnya ilmu dan ulama yang rabbany, sehingga banyak kita lihat masalah-masalah agama yang seyogyanya berbicara adalah orang-orang yang memiliki kapasitas dan keahlian, sekarang ini semua ikut bicara. Jangankan orang yang hanya belajar dari buku dan terjemahan, bahkan orang yang tidak tahu pun ikut berbicara. Para ulama telah banyak memberikan petunjuk tentang tata cara menuntut ilmu dan adab-adab dalam menuntut ilmu, bahkan dalam berfatwa dan meminta fatwa, sehingga jika setiap pribadi muslim dapat menjalankan hal ini, maka pertentangan, sikap permusuhan maupun pertikaian yang muncul akibat perbedaan akan dapat diletakkan pada tempatnya sesuai dengan petunjuk agama.

Toleransi erat kaitannya dengan perbedaan. Syaikh Muhammad Awwamah seorang ahli hadits zaman ini, menyusun dua buah kitab yang menjelaskan adab-adab dalam berbeda pendapat dan asal-usul perbedaan para ulama ditinjau dari ilmu hadits. Dari kedua kitabnya ini kita akan dapat memahami perbedaan yang terjadi dan bagaimana seharusnya kita bersikap dan akan menambah penghormatan kita kepada para ulama ummat. Dalam kesempatan ini kami menukil beberapa poin penting dalam kitab beliau tentang adab berbeda pendapat.

Alikhtilaf atau perbedaan dari segi definisi sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ar Roghif Al Ashfahany dalam kitab Mufradat Al Qur’an adalah mengambilnya setiap orang jalan selain jalan yang diambil oleh orang lain baik dalam hal dan perkataannya. Secara umum perbedaan itu dapat dikategorikan menjadi tiga bagian :

1. Perbedaan Adyan (Agama) seperti Islam, Nasrani dan Yahudi

2. Perbedaan Aqoid (keyakinan) seperti Qodariyyah, jabariyyah, dan jahmiyyah selama tidak termasuk dalam bagian yang pertama.

3. Perbedaan Furu’ Fiqhiyyah (cabang-cabang fiqih) seperti mazhab Hanafi, mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali.

Atau dengan kata lain dapat diungkapkan untuk istilah yang kedua dan ketiga dengan perbedaan dalam usul (pokok) islam selama tidak keluar dari agama dan perbedaan furu’ (cabang) islam.

Sebagai sebuah contoh adalah Iman dengan perkara yang gaib. Kalau kita telusuri sebagian dari perkara gaib ada yang termasuk usul islam yang tidak boleh khilaf padanya seperti iman dengan malaikat atau iman dengan hari akhir. Tetapi, sebagiannya ada juga yang merupakan perkara juz’iy (cabang) seperti masalah apakah Nabi Muhammad SAW melihat Allah SWT pada malam Mi’raj ataukah tidak?Masalah ini terjadi perbedaan dikalangan sahabat, dimana sahabat Ibnu Abbas menetapkan melihatnya Nabi dan Sayyidah A’isyah mengingkarinya, dan ini hal yang masyhur. Tetapi kita tidak mendengar keduanya saling mengkafirkan ataupun saling menyesatkan. Berkata Imam Adz Zahabi dalan sair a’lam an Nubala ketika menulis biografi Imam Muhammad bin Nashr : Sekiranya setiap ada seorang ulama salah dalam ijtihadnya pada perkara-perkara yang ahad dengan suatu kesalahan yang diampuni, lalu kita tindak keras dia dan kita bid’ahkan dan kita asingkan, maka tidak ada yang selamat, tidak kita ataupun Ibn Nashr, tidak pula Ibn Mandah dan tidak pula orang yang lebih besar dari keduanya. Allah SWT yang memberi petunjuk makhluk ke jalan kebenaran dan Kita berlindung kepada Allah dari hawa nafsu dan kasar (keras hati).

Yang menjadi fokus pembahasan pada kali ini adalah perbedaan dalam hal furu’ fiqhiyyah. Ada tiga hal yang utama yang menjadi sebab perbedaan dalam furu’ islam yaitu :

1. Karakteristik akal seseorang yang dibebankan kepadanya hukum dan kejiwaannya

2. Karakteristik Nusus Attaklifiyyah (Ayat atau hadits yang berisikan hukum)

3. Karakteristik bahasa arab itu sendiri

Akal dan kejiwaan seseorang sangat berpengaruh di dalam menyikapi suatu permasalahan, semakin luas aqalnya dengan ilmu dan bersih hatinya maka akan lebih mudah dan paham terhadap masalah yang dihadapi, demikian pula sebaliknya. Adapun ayat ataupun hadits yang berisikan hukum, banyak kita dapatkan dalam satu permasalahan mengandung lebih dari satu makna (ihtimalat) yang memerlukan ijtihad yang kuat untuk dapat mengkuatkan makna yang satu atas yang lain. Demikian pula dengan karakteristik bahasa arab yang banyak mengandung hakikat dan majaz ataupun adl dad (makna yang berlawanan dalam satu kata) ataupun Isytirok (makna yang berbeda dalam satu kata).

Contoh yang masyhur dalam hal ini adalah firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 228 : Dan wanita-wanita yang ditalak supaya menunggu dengan diri mereka tiga kali quru’. Imam Baghawy dalam tafsirnya menukil perbedaan pendapat baik dari kalangan sahabat dan para ulama tentang makna Quru’, apakah haid atau suci. Pendapat yang menyatakan bahwa Quru’ itu adalah Haid merupakan pendapat Umar, Ali, ibnu Masud, Ibnu Abbas, Hasan, Mujahid, Al Auza’i, At Tsauri, dan Ashabu ra’yi. Sedangkan yang berpendapat bahwa Quru’ itu adalah suci merupakan pendapat dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar dan Aisyah Fuqoha As sab’ah, Az Zuhri, Robi’ah, Malik dan Syafi’i. Dan tidak pernah dinukil dari mereka semua bahwa satu dengan yang lain mencela, menghina ataupun memutus silaturahmi (persaudaraan) karena hal tersebut

Selain dari tiga sebab yang diatas ada hal lain pula yang mempengaruhi terjadinya perbedaan pendapat, yaitu sudut pandang dalam ilmu hadits dan usul fiqh. Untuk menjadi sebuah renungan kita simak sebuah kisah dari Ibnu Qutaibah dalam ‘Uyunul Akhbar tentang percakapan antara Khalifah Makmun dan seorang yang murtad. Berkata Khalifah Makmun : “Beritahu kepada kami apa yang menyebabkan engkau tidak betah dalam agama ini padahal sebelumnya engkau merasa damai dengannya dan tidak suka dengan yang lain. Jika engkau menemukan obat pada kami maka obatilah dengannya. jika ada yang salah memberi obat kemudian dia memberi obat atas penyakitmu itu dan engkau tidak bisa, maka tiada kembali atas dirimu itu suatu celaan. Dan jika kami bunuh engkau tentunya dengan hukum syariat dan engkau kembali pada dirimu dengan mata yang terbuka dan percaya diri dan engkau tahu bahwa engkau tidak lalai dalam ijtihadmu dan tidak melampui batas masuk dari segi kepastian.“. Si murtad berkata : ”Yang membuat aku tidak betah adalah banyaknya perbedaan yang terjadi pada kalian”. Al Makmun berkata : ”kami memiliki dua perbedaan, salah satunya berupa perbedaan azan, takbir sholat jenazah, tasyahud, sholat hari raya, takbir hari tasyriq, macam bacaan, metodologi fatwa. Dan itu semua bukanlah perbedaan tapi sebuah pilihan, keluasan dan keringanan yang merupakan sebuah anugrah. Maka barang siapa yang azan dua-dua dan iqomah dua-dua tidak menyalahkan yang azan dua-dua dan iqomah satu-satu dan mereka tiada saling mencela. Perbedaan yang lain adalah perbedaan kami dalam hal menafsiri ayat kitab kami demikian pula hadits beserta kesepakatan kami dalam hal asal turunnya maupun hadits itu sendiri. Maka jika hal ini yang membuat engkau tidak betah seharusnya juga lafaz-lafaz Taurat dan Injil bersesuaian maknanya sebagaimana bersesuaian tentang turunnya dan harus tidak ada perbedaan antara orang yahudi dan orang nasrani tentang penafsirannya dan engkau seharusnya tidak kembali kecuali kepada bahasa yang tidak ada perbedaan dalam lafaznya.

Jika Allah SWT berkehendak untuk menurunkan kitab atau menjadikan bahasa para Nabi dan pewaris Rasul tidak perlu kepada penafsiran, sungguh Allah SWT mampu melakukan itu. Tetapi kita tidak melihat sesuatupun dari perihal dunia dan agama yang diberikan kepada kita telah Jadi semua. Dan jika hal itu terjadi, hilanglah ujian dan cobaan dan tidak akan ada saling berlomba dan kejar mengejar dalam kemuliaan. Tentunya Allah SWT tidak membangun dunia ini untuk itu. Berkata Si Murtad :”Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Isa itu seorang hamba dan Muhammad benar dan engkau amirulmu’minin yang hak”.

Perbedaan pemahaman terhadap suatu nash tidak hanya terjadi setelah wafatnya Rasulullah SAW, akan tetapi perbedaan tersebut sudah terjadi semasa Beliau hidup. Dan yang berbeda pendapat itu adalah para sahabat. Salah satu contoh yang masyhur sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari juz 2 hal 15 no: 946 dan Imam Muuslim juz 3 hal 1391 no : 1770. dari sahabat Abdullah bin Umar RA

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنَ الأَحْزَابِ: «لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ العَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ» فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمُ العَصْرُ فِي الطَّرِيقِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لاَ نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ نُصَلِّي، لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ، فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ

Artinya : Ibnu Umar Berkata : “Telah bersabda Rasulullah SAW kepada kami manakala Beliau kembali dari Perang Ahzab : “ Janganlah seorang dari kalian sholat asar kecuali di Bani Quraizhoh.” Maka sebagian mereka mendapati waktu asar di jalan. Sebagian berkata “Kami tidak akan sholat kecuali kami sampai disana.” dan sebagin berkata ”Bahkan kami sholat, Beliau tidak menghendaki yang demikian itu”. Maka diceritakanlah hal tersebut kepada baginda Nabi SAW maka Beliau tidak marah terhadap seorangpun dari mereka.(HR. Bukhari)

Dari hadits tersebut dapat kita lihat bagaimana Para Sahabat memahami perintah Nabi SAW dan perbedaan pendapat mereka. Sebagian mengambil zohir (makna tersurat) dari hadits sehingga mereka meninggalkan sholat ashar pada waktunya karena melaksanakan perintah untuk tidak sholat ashar kecuali di Bani Quraizhoh, dan sebagian lagi mengambil makna tersirat dari perintah tersebut yaitu bersegera ke Bani Quraizhoh bukan berarti meninggalkan kewajiban sholat pada waktunya. Kedua pemahaman sahabat ini diakui oleh Baginda Nabi SAW. Demikian pula dengan masail furuiyyah, para ulama banyak berbeda pendapat karena perbedaan pemahaman baik terhadap ayat maupun hadits, namun mereka bersikap sesuai dengan akhlak Rasul SAW dan Sahabat dalam menyikapi perbedaan. Wallahu A’lam

Sabtu, Februari 25, 2012

QIROATUL MAULID

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengutus seorang Rasul SAW yang mengajarkan kepada manusia kitab dan hikmah serta membersihkan jiwa mereka. Shalawat dan salam terhaturkan kepada Junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW yang Sang Pengajar kebaikan dengan hikmah dan nasihat yang baik.

Peringatan Maulid Rasulillah SAW yang dilakukan oleh Ummat Islam sebagai ungkapan syukur dan bahagia atas kebangkitan Nabi Muhammad SAW tidak pernah lepas dari Qiroatil Maulid yaitu pembacaan sejarah kelahiran Rasulullah SAW. Kalau kita menelaah literatur-literatur islam maka banyak kita dapatkan karangan-karangan para ulama tentang maulid Rasulullah SAW. Salah satu dari karya tersebut sebagaiman dikutip oleh Al Hafidz Adzahabi dan Al Hafidz Ibnu Katsir ketika menceritakan peringatan Maulid yang dilakukan oleh Raja Muzhaffar bahwa Syaikh ibnu Dahiyyah mengarang sebuah kitab maulid yang dihadiahkan kepada Raja Muzhaffar yaitu kitab “ At Tanwir fi Maulidil Basyirin Nadzir” .

Peringatan Maulid Rasulullah SAW dengan membaca sejarah maulid Beliau bukan hanya dilakukan pada bulan Rabiul Awwal tetapi dibeberapa negara islam sudah merupakan bagian dari ritualitas keseharian ummat islam. Al Qur’an sendiri mengungkapkan bahwa kisah-kisah para Nabi dan Rasul itu merupakan penguat keimanan sebagaimana disebutkan dalam surat Hud ayat 120 Allah SWT berfirman : Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.

Kita menemukan pula bahwa Al Qur’an menceritakan kisah maulid para Nabi dan Rasul diantaranya adalah kisah maulid Nabi Nabi Isa AS. Dalam surat Maryam ayat 16-34 Allah SWT berfirman

16. dan Ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Quran, Yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur,

17. Maka ia Mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.

18. Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa".

19. ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci".

20. Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!"

21. Jibril berkata: "Demikianlah". Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah mudah bagiku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan".

22. Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh.

23. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, Dia berkata: "Aduhai, Alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan".

24. Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih hati, Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.

25. dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu,

26. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".

27. Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. kaumnya berkata: "Hai Maryam, Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang Amat mungkar.

28. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina",

29. Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. mereka berkata: "Bagaimana Kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?"

30. berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi,

31. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;

32. dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.

33. dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaKu, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali".

34. Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan Perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya.

Demikian pula isyarat tentang kelahiran atau kebangkitan Rasulullah SAW di dalam Al Qur’an dapat kita temukan dalam surat Al Fil dimana di dalam surat ini Al Qur’an menceritakan kehancuran tentara bergajah di tahun kelahiran Rasulullah SAW sebagai pengagungan atas kebangkitan Rasulullah SAW dan pengagungan Ka’bah Baitullah.

Al Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang surat ini berkata : “Ini adalah nikmat yang Allah SWT anugrahkan atas orang Qurais dimana Allah SWT telah memalingkan dari mereka tentara bergajah yang ingin untuk menghancurkan ka’bah dan menghapus bekas mereka dari dunia maka Allah SWT menghancurkan mereka dan menyungkurkan wajah mereka dan memutuskan usaha mereka dan menyesatkan perbuatan mereka dan mengusir mereka dengan sejelek kerugian. Dan mereka itu adalah orang nasrani dimana agama mereka ketika itu paling dekat dengan orang qurais yang menyembah berhala. Akan tetapi kehancuran tentara bergajah ini merupakan suatu irhas (perkara luarbiasa yang terjadi pada Nabi sebelum dibangkitkan) dan sebagai persiapan bagi kebangkitan Rasulullah SAW karena tahun itu Beliau dilahirkan menurut pendapat yang paling mashur, seolah lisan hal taqdir berkata “ Kami tidak menolong kalian wahi orang qurais atas orang habasyah karena kalian lebih baik dari mereka akan tetapi.untuk menjaga Baitullah Al Atiq yang kami muliakan dan agungkan dan hormati dengan kebangkitan Nabi yang Ummi Muhammad SAW Penutup Para Nabi “. (Tafsir Ibn Katsir juz 8 hal 483)

Di dalam siroh Rasulullah, orang yang pertamakali melantunkan syair tentang maulid adalah Al Abbas RA paman Nabi SAW ketika beliau memuji Rasulullah SAW sewaktu kembali dari perang tabuk sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Thabrani (Mu’jam Kabir no :4167)

قَالَ خُرَيْمُ بْنُ أَوْسِ بْنِ حَارِثَةَ بْنِ لَامٍ: كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ رَحِمَهُ اللهُ يَا رَسُولَ اللهِ: إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَمْدَحَكَ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَاتِ لَا يَفْضُضِ اللهُ فَاكَ» فَأَنْشَأَ الْعَبَّاسُ يَقُولُ:

مِنْ قَبْلِهَا طِبْتَ فِي الظِّلَالِ وَفِي ... مُسْتَوْدَعٍ حَيْثُ يُخْصَفُ الْوَرَقُ

ثُمَّ هَبَطْتَ الْبِلَادَ لَا بَشَرٌ ... أَنْتَ وَلَا مُضْغَةٌ وَلَا عَلَقُ

بَلْ نُطْفَةٌ تَرْكَبُ السَّفِينَ وَقَدْ ... أَلْجَمَ نَسْرًا وَاهَلَهُ الْغَرَقُ

تُنْقَلُ مِنْ صَالِبٍ إِلَى رَحِمٍ ... إِذَا مَضَى عَالِمٌ بَدَا طَبَقُ

حَتَّى احْتَوَى بَيْتُكَ الْمُهَيْمِنُ مِنْ ... خَنْدَفَ عَلْيَاءَ تَحْتَهَا النُّطْقُ

وَأَنْتَ لَمَّا وُلِدْتَ أَشْرَقَتِ ... الْأَرْضُ وَضَاءَتْ بِنُورِكَ الْأُفُقُ

فَنَحْنُ فِي الضِّيَاءِ وَفِي النُّورِ ... وَسُبْلُ الرَّشَادِ نَخْتَرِقُ

Maksud hadits ini kami ambilkan dari gharibul hadits karangan Syaikh Ibnu Qutaiybah (juz 1 hal 359) : Berkata Khuraim bin Aus bin Haritsah bin Lam “ Kami berada di sisi Nabi SAW maka Berkata Al Abbas bin Abdul Muthalib RA : Wahai Rasulullah aku ingin untuk memuji engkau, Maka Nabi SAW bersabda : Silahkan semoga Allah SWT tidak menjatuhkan gigimu, maka mulailah Abbas melantunkan :

Sebelumnya engkau tinggal baik di surga dan di tempat yang tersimpan dimana dikumpulkan lembaran

Kemudian engkau turun ke dunia bukan sebagai manusia bukan pula gumpalan daging bukan pula gumpalan darah

Akan tetapi nutfah yang mengendarai sampan Nabi Nuh AS dan sungguh telah dibelenggu nasr(berhala kaum Nabi Nuh AS) dan tenggelam penyembahnya

Engkau dipindah dari sulbi kerahim dari masa ke masa

Sampai engkau berada di keluarga yang menjagamu keluarga yang mulia dan bermartabat

Dan engkau manakala dilahirkan bersinarlah dunia dan bercahayalah ufuk dengan cahayamu

Maka kami berjalan di dalam sinar dan cahaya dan jalan yang ditunjuki

Oleh karena itu kita dapati para ulama menyusun tentang maulid Rasulullah SAW baik berupa natsr (narasi) ataupun nazhom (sair) yang banyak dibaca oleh ummat islam, salah satu karya yang sering dibaca oleh ummat islam di Indonesia ialah Maulid Barzanji karangan Syaikh Ja’far bin Hasan Mufti Syafi’i di Madinah Al Munawwarah (1177 H). Maulid Barzanji sendiri berisikan sejarah kehidupan Rasulullah SAW dari kelahirannya dan beberapa peristiwa yang penting dalam kehidupan Beliau kemudian diakhiri dengan sifat dan budi pekerti Beliau.

Berikut ini beberapa ulama yang mengarang kitab maulid Rasulullah SAW :

1.Al Hafidz Ibnu Katsir (774H)

2. Al Hafidz Al Iroqy (808H)

3.Al Hafidz Ibnu Al Jazary (833)

4.Al Hafidz Nashiruddin Ad Dimisyqy (842H)

5. Al Hafidz As Skhawy (902)

6. Al Hafidz Ibnu Diyba’ (944)

7. Al Hafidz Mula Ali Qory (1014)

Wallhu A’lam

Sabtu, Februari 11, 2012

MAULID NABI BESAR MUHAMMAD SAW

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menjadikan Nabi Muammad SAW paling mulia makhluk dan menjadikan ummatnya sebaik-baik ummat. Shalawat dan salam atas Beliau, para keluarganya dan sahabat-sahabatnya serta setiap orang yang mengikuti jalan-Nya sampai dengan hari kiamat.
Bulan Rabi’ul Awwal adalah bulan yang tidak asing bagi ummat Islam , sebagai bulan dilahirkannya Junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW. Hampir di negara-negara islam peringaan atas kelahiran Beliau banyak kita jumpai. Perayaan ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dan rasa cinta, bahagia serta pengagungan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Apabila kita perhatikan dalam lintas sejarah, peringatan Maulid ini bukan hanya dilakukan oleh ummat Islam sekarang ini saja. Tetapi Rasullah SAW ketika ditanya tentang kenapa Beliau berpuasa pada hari Senin, Beliau menjawab itu hari aku dilahirkan. Adapun berkumpulnya orang kemudian mereka membaca beberapa ayat dari Al Qur’an dan membaca sejarah kelahiran beliau, puji-pujian terhadap beliau, beberapa tausiyah ataupun nasihat dari para ulama kemudian ditutup dengan jamuan makanan, sudah dilaksanakan sejak abad keempat atau kelima hijrah.
Imam As Sakhawy berkata : Maulid ini tidak dilakukan oleh para salaf pada kurun ke tiga tetapi setelah itu kemudian senantiasa ummat islam di berbagai penjuru negri melakukan maulid dan mereka bershadaqoh pada malamnya dengan berbagai macam shadaqoh dan membaca sejarah kelahiran Rasulullah SAW dan nampak atas mereka barokahnya yang merata. Berkata Imam Ibnu ‘Abidin dalam Syarah Maulid karangan Imama Ibnu Hajar : Ketahuilah bahwasanya sebagian dari perkara yang baru yang terpuji ialah melakukan maulid pada bulan dimana dilahirkannya Rasulullah SAW.
Pada kesempatan ini kita coba menguak peringatan maulid yang dinukil dari beberapa kitab biografi, sejarah dan lainnya dari para ulama yang mu’tabar. Dalam kitab Al Bidayah Wan Nihayah karangan Al Hafizh Ibnu Katsir ketika beliau menyebutkan biografi Raja Irbil Yaitu Abu Sa’id Al Muzhaffar (630 H) beliau adalah salah seorang raja yang baik dan mulia, besar nan agung. Beliau memiliki sebutan dan peninggalan yang baik. Kemudian Al Hafizh Ibnu Katsir menceritakan peringatan maulid yang dibuat oleh Raja Muzhaffar pada bulan Rabi’ul Awwal dengan perayaan yang besar dan mengagumkan dan beliau itu seorang yang berwibawa, pemberani, pandai, cerdas berilmu dan adil semoga Allah merahmati beliau dan memuliakan tempat kembalinya. Syaikh Abu Khatthab telah menyusun bagi beliau sebuah kitab maulid yang benama At Tanwir fi Maulidil Basyir Wan Nadzir, maka Beliau memberikannya hadiah seribu dinar. Setelah itu al Hafizh Ibnu Katsir menggambarkan situasi perayaan maulid tersebut yang dinukil dari perkataan Syaikh Sibth Ibn Jauzy diceritakan oleh sebagian orang yang menghadiri maulid tersebut bahwasanya Raja Muzhaffar menghidangkan jamuan lima ribu hewan panggang, sepuluh ribu ekor ayam, seratus ribu yogurt atau keju dan tiga puluh ribu talam manisan. (Al bidayah Wan Nihayah Juz 13 hal 159)
Al Hafizh Al Dzahaby didalam kitab Sair A’alam An Nubala’ juga memberikan komentar yang bagus sekali ketika Beliau menukil biografi Raja Muzhaffar. Demikian pula ketika Beliau menceritakan tentang perayaan maulid oleh Raja Muzhaffar yang beliau ungkapkan dengan perkataan perayaan maulid yang tidak mampu untuk diungkapkan. Setelah itu Al Hafizh Al Dzahaby memuji beliau bahwa beliau itu orang yang tawadu’, orang yang baik, seorang yang sunny, mencintai para fuqoha dan muhadditsin dan kadangkala beliau memberi para penyair dan tidak pernah disebut bahwa beliau kalah dalam peperangan. Demikian pula yang dinukil dari Syaikh Ibn Khalkan dan beliau juga minta maaf karena masih kurangnya beliau dalam mengungkapkan kemuliaan Raja Muzhaffar.(Sair A’alam An Nubala juz 16 hal 245).
Dalam kitab Lathoiful Ma’arif karangan Imam Ibnu Rajab Al Hanbaly ketika Beliau menyebutkan tentang Wazhoif (amalan) bulan Rabi’ul Awwal pada majlis yang pertama dan kedua beliau menyebutkan peringatan maulid Rasulullah SAW. Beliau berbicara panjang lebar tentang kelahiran Baginda Nabi SAW diantaranya tentang Sabda Nabi SAW manakala ditanya tentang puasa hari Senin Beliau menjawab itu hari aku dilahirkan dan diturunkan atasku padanya nubuwah, ini merupakan isyarat dianjurkannya puasa pada hari terulang padanya nikmat Allah SWT pada hambanya, maka sesungguhna nikmat yag paling agung yang Allah SWT berikan kepada ummat ini adalah lahirnya Nabi Muhammmad SAW, kebangkitannya, dan pengutusannya sebagai Rasul. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat Ali Imron ayat 164 : Sungguh Allah SWT telah menganugerahkan atas orang-orang yang beriman ketika Allah SWT membangkitkan pada mereka rasul dari diri mereka.
Maka sesungguhnya nikmat atas umat adalah pengutusan Beliau dan ini lebih agung dari nikmat penciptaan langit dan bumi, matahari dan bulan, malam dan siang, turunnya hujan dan tumbuhnya tanaman. Kemudian Beliau berkata setelah itu bahwa puasa pada hari berulang padanya nikmat ini (pengutusan rasul SAW) dari Allah SWT atas hamba-hambaNya yang mukmin itu baik dan bagus, ini merupakan cara membalas nikmat tersebut pada waktu berulangnya dengan bersyukur dan serupa dengan hal ini adalah puasa asyura.
Perkataan Imam Ibnu Rajab ini senada dengan perkataan Al Hafidz Ibn Hajar Al Asqolany dalam Al fatawa Al Kubro juz 1 hal 196 ketika Beliau berbicara tenang dalil peringatan maulid dari hadits dianjurkannya puasa asyura yaitu dapat diambil (dari hadits tersebut) perbuatan syukur kepada Allah SWT atas apa yang telah dianugrahkan pada hari tertentu karena datangnya nikmat atau terhindar dari musibah dan berulangnya perbuatan itu pada hari tersebut setiap tahun. Syukur dapat berupa macam-macam ibadah seperti sujud, puasa, shadaqoh dan membaca Al Qur’an dan adakah nikmat yang lebh agung dari lahirnya Nabi ini Nabi Rahmat pada hari itu?
Dari nukilan-nukilan tersebut jelas bagi kita bahwa peringatan maulid nabi Muhammad SAW tidak bertentangan dengan Kitab maupun Sunnah dan dilakukan oleh ummat islam baik ulama dan awam mereka.
Mungkin terlintas dalam benak kita bahwa acara peringatan yang biasa kita lakukan tidak dilakukan oleh para ulama salaf kurun pertama sehingga hal itu akan tergolong bid’ah yang diharamkan. Jawaban atas hal ini bahwa tidak setiap yang tidak dilakukan oleh generasi pertama itu akan menjadi bid’ah yang diharamkan. Kalau kita telusuri dalam hadits-hadits, banyak perbuatan para sahabat yang dilakukan tanpa perintah dari Rasulullah SAW baik ketika beliau masih hdup ataupun sepeninggal beliau. Kalau dikatakan bahwa hal ini akan masuk pada hadits ‘setiap yang bid’ah itu sesat’, Imam An Nawawy telah menyatakan bahwa hadits ini Am Makhsus. Artinya hadits ini umum yang dikhususkan yang dimaksud adalah perkara baru yang tidak ada dalam syariat yang membenarkan hal tersebut dan beliau berkata pula bahwa bida`ah itu ada yang baik dan ada yang jelek pendapat ini dikemukakan pula oleh para ulama sepeti Imam As Syafi’i , Imam Al Fuyumy, Imam Ibnu Al Atsir, Imam Ibnu Al Aroby Al Maliki, Imam Ibnu Rajab Al Hanbaly dan Imam Ibnu Hajar al Asqolany..
Kadang pula terlintas dalam pikiran kita bahwa hari kelahiran Nab SAW bukankah juga hari wafatnya Beliau. Untuk menjawab hal ini mari kita perhatikan jawaban Imam As Suyuty bahwa Kelahiran Rasulullah SAW adalah nikmat yang paling agung bagi kita dan wafatnya Beliau adalah musibah yan paling besar bagi kita dan Syariat menganjurkan kita untuk menampakkan syukur nikmat dan ketika musibah kita dianjurkan untuk bersabar, diam dan menyembunyikan kesedihan. Sebagaimana syariat juga memerintahkan kita untuk aqiqah ketika kelahiran dan tidak memerintahkan hal tersebut ketika kematian, maka dari qoidah syariat ini diambil bahwa menampakkkan kegembiraan pada bulan Rabiul Awwal lebih baik daripada menampakkan kesedihan.
Selain hal tersebut ada juga yang menyatakan bahwa peringatan ini termasuk memuji rasul secara berlebihan dan mengkultuskan beliau, sebagaiman datang larangan untuk memuji beliau secara berlebihan (al ithro). Tentunya untuk menjawab hal ini mari kita perhatikan hadits tersebut yang diriwayakan oleh Imam Ahmad juz 1 hal 295
«لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ»
Artinya : Janganlah kalian memujiku sebagaimana orang nasrani memuji I’sa bin Maryam maka sesungguhnya aku ini hamba Allah dan RasulNYa .
Dari hadits diatas dapat kita lihat bahwa pujian yang dilarang adalah pujian yang serupa dengan pujian orang nasrani terhadap Nabi Isa dimana mereka menyatakan bahwa Nabi Isa adalah anak Tuhan sedangkan kita ummat islam dalam memuji Rasul SAW tidak ada yang seperti hal tersebut. Hal ini dapat kita pehatikan dalam sirah beliau dimana para sahabat banyak melantunkan syair untuk memuji Beliau
Bahkan kecintaan para sahabat terhadap beliau sungguh luar biasa sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhory juz 3 hal 193 dari perkataan Urwah pada peristiwa perdamaian hudaibiyyah :
فَوَاللَّهِ مَا تَنَخَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ، فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ، وَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا أَمْرَهُ، وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ، وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ، وَمَا يُحِدُّونَ إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيمًا لَهُ
Artinya : Demi Allah tiada Rasulullah SAW berludah kecuali ludah itu jatuh di tangan seorang dari mereka (para sahabat) maka dia gosokkan di wajah dan kulitnya dan apabila Belia memerintah, mereka segera melaksanakan perintahnya dan apabila Beliau berwudlu hampir saja mereka saling bunuh berebut air bekas wudunya dan apabila beliau berkata mereka merendahkan suara disisinya dan mereka tidak menatap beliau karena mengagungkan beliau. Wallahu ‘a’alam.

Jumat, Januari 27, 2012

APA DAN MENGAPA MAULID

Segala puji bagi Allah yang telah mengutus Rasul-Nya sebgai rahmat untuk sekalian alam. Shalawat dan salam terhaturkan atas Baginda Nabi Muhammad SAW keluarga dan sahabat-sahabatnya serta para pengikutnya sampai hari kiamat nanti.

Maulid atau kelahiran Rasulullah SAW adalah anugrah rahmat Allah SWT bagi sejarah manusia. Al-Qur’an sendiri mengungkapkannya dengan ungkapan rahmat bagi alam semesta. Rahmat ini tentunya tidak terbatas mencakup membimbing manusia, membersihkan, mengajarkan, dan memberikan mereka petunjuk menuju jalan yang lurus di dunia menuju akhirat baik ketika zaman tersebut sampai dengan hari kiamat.

Peringatan maulid merupkan ungkapan kegembiraan dan cinta terhadap Rasulullah SAW, dimana cinta ini adalah salah satu pokok dari pokoknya iman. Rasulullah SAW bersabda:

لا يؤمن احدكم حتى اكون احب اليه من ولده ووالده والناس

اجمعين

هArtinya : Bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda : Tiada beriman salah seorang dari kalian sampai aku menjadi orang yang paling dia cintai lebih dari anaknya dan bapaknya dan sekalian manusia.(HR.Bukhori juz1 hal.14).

Peringatan ini juga merupakan wujud dari memuliakan dan mengagungkan Rasulullah SAW yang merupakan perkara yang pasti disyariatkan oleh agama. Menghidupkan malam kelahiran ataupun hari kelarihan Rasulullah SAW dengan berbagai amal kebajikan berupa membaca Al-Qur’an, membaca sejarah Rasulullah SAW, pujian terhadap Rasulullah SAW ataupun jamuan makanan sudah dilakukan oleh para salafussholih semenjak abad ke empat dan ke lima hijriah dan ini ditegaskan oleh para ulama seperti Imam Ibnu Al Jauzy, Imam Ibnu Al Katsir, Imam Ibnu dahiyyah Al Andalusy, Imam Ibnu Hajar Al Asqolany dan Imam As Suyuty semoga Allah SWT merahmati mereka semua.

Selain itu banyak pula para ulama yang mengarang kitab tentang anjuran memperingati maulid Rasulullah SAW diantaranya : kitab karangan Imam As Suyuty حسن المقصد في عمل المولد “ di dalam kitab ini beliau mejawab sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada Beliau tentang Maulid Nabi SAW pada bulan Rabi’ul Awwal apakah hukumnya menurut syara’ ?. apakah terpuji atau tercela hal tersebut ?dan apakah diberikan pahala bagi orang yang memperbuatnya ?. Maka beliau menjawab : “Jawabannya menurutku adalah bahwa asal perbuatan Maulid yang berupa kumpulnya orang-orang dan membaca beberapa ayat Al-Qur’an dan riwayat tentang permulaan sejarah Rasulullah SAW dan apa yang terjadi pada waktu lahirnya Beliau kemudian dihidangkan jamuan makanan dan setelah itu mereka kembali tidak lebih dari itu merupakan suatu Bid’ah Hasanah (perbutan baru yang baik) yang diberikan pahala bagi orang yang melakukannya karena didalamnya itu merupakan pengagungan dan pemuliaan bagi Rasulullah SAW dan menampakkan kegembiraan dan kebahagiaan dengan Kelahiran Beliau.

Imam As Suyuty juga menyangkal orang yang berkata “aku tidak tahu maulid ini memiliki asal dalam kitab atau sunnah bahwa ketidak tahuan itu bukan berarti tidak ada karena Imam Ibnu hajar Al Asqolany telah mengeluarkan sebuah dalil yang diambil dari hadits tentang asal peringatan Maulid ini, perlu diketahui pula bahwa hal yang baru dalam agama itu dua macam ada yang terpuji dan ada yang tercela. Setiap perkara yang tidak menyalahi kitab dan sunnah atau dengan kata lain memiliki asal dalam kitab dan sunnah maka dikatakan bid’ah Hasanah dan setiap yang menyalahi kitab dan sunnah atau dengan kata lain tidak memiliki asal dalam kitab dan sunnah adalah Bid’ah Mazmumah (jelek), pendapat ini dikemukakan oleh banyak ulama diantaranya adalah Imam As Syafi’i. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi. Imam As Suyuty berkata “ Peringatan maulid tidak menyalahi kitab dan sunnah, atsar, dan Ijmak oleh karena itu bukan merupakan perkara yang tercela sebagaimana yang diungkpkan oleh Imam As Syafi’i , peringatan ini merupakan hal yang baik yang tidak di lakukan pada masa yang awwal, dan memberikan jamuan itu merupakan kebajikan jadi hal ini merupakan hal yang baru yang dianjurkan (bid’ah mandubah) menurut ungkapan Sulthon Al Ulama ‘Iz bin Abdussalam”.

Adapun asal peringatan maulid sebagaimna dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar Al Asqolany adalah hadits yang diriwayatkan dalam sahihain bahwasanya Nabi SAW datang ke Madinah dan menemukan orang yahudi berpuasa pada hari ‘asyura maka Beliau bertanya tentang hal itu, mereka menjawab : “ini hari dimana Allah SWT menenggelamkan fir’aun dan menyelamatkan Nabi Musa maka kami berpuasa sebagai syukur kami kepada Allah SWT. Imam Ibnu Hajar berkata ;”Dari sini dapat diambil bahwa perbuatan syukur kepada Allah SWT atas apa yang telah dianugrahkan pada hari tertentu karena datangnya nikmat atau terhindar dari musibah dan berulangnya perbuatan itu pada hari tersebut setiap tahun dan rasa syukur dapat berupa macam-macam ibadah seperti sujud, puasa, sadaqoh dan membaca Al-Qur’an dan adakah nikmat yang lebih agung dari lahirnya Nabi ini Nabi Rahmat pada hari itu.

Imam As Suyuty menukil dari Imam Ibnu Al Jazary dalam kitabnya tentang maulid “عرف التعريف بالمولد الشريف” bahwasanya telah datang dalam hadits sohih yaitu Abu Lahab diringankan azabnya di neraka setiap hari Senin karena dia memerdekakan Tsuaibah ketika diberi kabar gembira tentang kelahiran Nabi SAW, maka jikalau Abu Lahab yang kafir diringankan di Neraka karena dia gembira pada malam kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana halnya orang muslim yang mengesakan Allah SWT dari ummat Nabi Muhammad SAW bergembira dengan kelahirannya dan mengelurkan apa yang dia mampu lakukan dalam kecintaanya terhadap Beliau ? Sudah pasti tiada balasan dari Allah SWT kecuali dia akan dimasukkan dengan kemulian-Nya surga yang penuh kenikmatan. Ungkapan ini pula dikatakan oleh Imam syamsuddin Ad Dimisqy dalam kitabnya yaitu

مورد الصادي في مولد الهادي

Imam Abu Syamah guru dari Imam An Nawawy berkata : Dan sebagian dari perkara baru yang baik yang dilaksanakan dimasa kita saat sekarang ini yakni perbuat an (rutinitas) setiap tahun berkenaan dengan hari dilahirkannya Nabi SAW berupa sadaqoh dan menampakkan rasa kegembiraan atas kelahiran beliau. maka hal tersebut merupakan perbutan ihsan untuk orang faqir dan pengagungan terhadap Beliau itu merupakan bentuk rasa cinta kepada Rasulullah SAW juga sebagai ungkapan syukur kepada Allah yang telah menganugrahkan kepada kita Nabi SAW dan mengutusnya sebagai rahmat bagi sekalian alam.

Imam Al ‘Iroqy berkata : membuat jamuan dan memberikan makan suatu hal yang dianjurkan setiap waktu maka bagaiman jika hal tersebut dibarengi dengan kegembiraan dan kebahagiaan dengan lahirnya Rasulullah SAW pada bulan yang mulia ini dan tidak berarti karena perbuatan ini sutu hal yang baru menjadikannya suatu yang makruh, berapa banyak hal yang baru yang dianjurkan bahkan kadang menjadi wajib”.

Bergembira atas rahmat dan kemuliaan Allah SWT diperintahkan dalam Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam surat Yunus ayat 58 “katakanlah wahi Muhmmad dengan kemulian Allah dan rahmat-Nya maka bergembiralah “ Imam As Suyuty dalam tafsirnya terhadap ayat ini menukil beberpa tafsir dari para ulama diantranya adalah apa yang diriwyatkan oleh Abu syaikh dinukil dari Ibnu Abbas RA beliau berkata kemulian Allah adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah Muhammad. Bagaimana tidak Allah SWT berfirman dalam surat Al Ambiya’ ayat 107 “ Tiada kami utus engkau kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam” dan Beliau bersabda akan dirinya :

انما انا رحمة مهداة

Artinya :sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (HR Hakim juz 1 hal 100).

Allah SWT berfirman dalam surat hud ayat 120 “semua kami kisahkan kepada kamu dari cerita para rasul apa yang menguatkan hatimu” Nampak dari hal tersebut hikmah dari kisah-kisah para Nabi dan Rasul untuk menguatkan hati Rasulullah SAW dan sudah pasti kita sangat perlu untuk menguatkan hati kita dengan membaca kisah tersebut dan ini kisah para Nabi dan Rasul maka bagaimana dengan Kisah Penghulu para Nabi dan Rasul. Peringatan Maulid juga mendorong orang untuk banyak mengucap sholawat terhadap beliau sebagaimana diperintahkan dalam Al Qur’an.

Adapun Rasulullah SAW memulikan hari kelahirannya dan mensyukurinya dan beliau menuangkannya dengan berpuasa sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Qotadah RA bahwasanya Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari senin maka Beliau menjawab ;

فيه ولدت وفيه انزل علي

Padanya aku dilahirkan padanya diturunkan atasku (dibangkitkan menjadi rasul)”. (HR Muslim 2738).

Jawaban ini semakna dengan peringatan atau memperingati namun bentuknya berbeda entah itu dengan berpuasa, memberi makan, zikir berjamaah , mengucap sholawat dan membaca sejarah Rasulullah SAW .

Tentunya apa yang kami sebutkan diatas tentang peringtan Maulid adalah Maulid yang tidak ada kemungkaran didalamnya. Adapun yang diperbuat oleh sebagian orang dalam Merayakan Maulid dengan berbuat kemaksiatan tentu hal ini tidak benar, Imam Ibnu Hajar Al Asqolany berkata : “Maka seharusnya peringatan mauled sebatas apa yang dipahami sebagai rasa syukur kepada Allah SWT berupa membaca Al-Qur’an ataupun jamuan dan puji-pujian terhadapa Rasulullah SAW yang dapat menggerakkan hati untuk memperbuat kebaikkan dan amal akhirat, adapun yag mengikuti hal tersebut berupa nyayian atau permainan atau selainnya maka dapat dikatakan bahwa apabila hal tersebut suatu yang mubah sebatas ungkapan kegembiraan pada hari itu maka tidak mengapa dimasukkan dan adapun yang harom atau makruh demikian pula yang menyalahi suatu yang utama maka dilarang ”.

Hal tepenting dari semua itu bahwa : ”wujud cinta kepada Rasulullah SAW adalah mengikuti sunnah Rasulallah SAW”. Wallahu A’lam.