Buletin Al - Hijroh




------------------------------------------------------------------------------------------------------

ARSIP 2


SHAFAR DAN REBO BONTONG

Oleh :

Ustz. H. Zafrul Fauzan Tabrani

Segala puji bagi Allah Sang Pencipta alam semesta. Shalawat dan salam terhaturkan atas Baginda Nabi Muhammad SAW keluarga dan sahabat-sahabatnya serta para pengikutnya sampai hari kiamat nanti.
Sekarang ini Kita berada di penghujung bulan Shafar. Shafar adalah salah satu nama dari bulan islam, tepatnya bulan yang kedua dari bulan islam. Masyarakat pada umumnya sering mengidentikkan bulan muharram dan bulan shafar sebagai bulan keras, terlebih terhadap bulan shafar. Kita akan mencoba menelusuri dan mencoba mengulas ada apa dengan bulan shafar dalam literatur-literatur islam.
Dalam hadits Rasulullah ada beberapa riwayat yang menyebutkan tentang shafar, diantaranya diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA :
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لاَ عَدْوَى وَلاَ صَفَرَ وَلاَ هَامَةَ» فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَا بَالُ إِبِلِي، تَكُونُ فِي الرَّمْلِ كَأَنَّهَا الظِّبَاءُ، فَيَأْتِي البَعِيرُ الأَجْرَبُ فَيَدْخُلُ بَيْنَهَا فَيُجْرِبُهَا؟ فَقَالَ: «فَمَنْ أَعْدَى الأَوَّلَ؟»
Artinya : Bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda : tiada yang menular dan tiada shafar dan tiada burung hantu, maka berkata seorang arab badui: Wahai Rasulallah SAW maka apa yang menimpa ontaku yang ada di padang pasir yang seolah-olah kumpulan rusa maka datang onta yang berkudis yang masuk diantaranya kemudian membuatnya berkudis. Maka Brliau bersabda : Maka siapa yang menulari yang pertama ?(HR Bukkhari juz 7 hal 128 no 5717)
Untuk memahami Hadits ini dan menambah pengetahuan kita tentang shafar mari kita lihat sebuah penjelasan dari seorang ulama yang bernama Imam Ibnu Rajab Al Hambaly dalam kitabnya Lathoif Al Ma’arif, beliau berbicara lebar tentang amalan-amalan di bulan shafar. Beliau berkata “ “Adapun “adwa” adalah penyakit menular yang menimpa orang sehat oleh karena itu pula orang arab badui meyakini bahwa onta yang sehat bercampur dengan onta yang kudisan maka menjadi kudisan pula. Maka Rasulullah SAW bersabda “Maka siapa yang menulari yang pertama”. Maksudnya adalah bahwasanya yang pertama tidak kudisan dengan ditulari tapi dengan qadha (ketetapan) dan qodar (ketentuan) dari Allah SWT maka demikian juga yang kedua dan setelahnya.
Dalam hadits lain diriwayatkan oleh Abu Hurairah juga Rasulullah SAW bersabda
«لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ، وَفِرَّ مِنَ المَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الأَسَدِ»
Artinya : tiada yang menular dan tiada kesialan dan tiada burung hantu dan tiada shafar dan larilah kamu dari penderita lepra sebagaimana kamu lari dari singa (HR Bukhari hal 126 juz 7 no 5707)
Sepintas isi hadits ini terdapat kontradiksi karena Nabi SAW besabda tiada yang menular tapi kemudian Beliau bersabda “larilah kamu dari penderita lepra”, Imam Ibnu Rajab Al hanbali mengomentari hal ini, Beliau berkata : “bahwasanya hadits ini menapikan apa yang dipercayai oleh orang jahiliyaah bahwasanya penyakit itu menular dengan sendirinya (alamiah) tanpa mempercayai taqdir Allah SWT “.
Adapun makna dari “tiada burung hantu” dalam hadits di atas adalah meniadakan apa yang orang jahiliyah percayai bahwa ruh dan tulang mayit burung hantu serupa dengan kepercayaan rengkarnasi yaitu bahwasanya ruh orang mati berpindah ke jasad hewan dengan tanpa dibangkitkan dan dikumpulkan dan semua kepercayaan ini dibatalkan oleh islam dan didustakan.
Adapun makna “tiada shafar”, para ulama berbeda pendapat dalam menafsirinya, sebagaian Ulama terdahulu berpendapat bahwa Shafar itu penyakit di perut berupa ulat sebesar ular yang menyakitkan lalu Nabi SAW meniadakan hal ini. Pernyataan ini adalah pendapat Imam Ibnu Uyainah dan Imam Ahmad. Sekelompok ulama lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan shafar itu adalah “bulan shafar” yaitu nama bulan di tahun Hijriah kemudian mereka berbeda pendapat tentang tafsirnya, pertama hadits ini meniadakan perbuatan orang jahiliyyah berupa Nasi’(penambahan) yaitu mereka menghalalkan bulan muharram dan mengharamkan bulan shafar sebagai penggantinya (menurut pendapat Imam Malik), pendapat kedua bahwa orang jahiliyah beranggapan sial dengan shafar maka Nabi SAW membatalkan pendapat itu (menurut pendapat Imam Abu Daud dari Imam Muhammad bin Rosyid Almakhuly), pendapat kedua ini serupa dengan pendapat kebanyakan orang yang percaya kesialan di bulan shafar sehingg mereka melarang anak-anak dan keluarga mereka bepergian.
Demikian pula dengan Hari Rabu, banyak diantara kita beranggapan kesialan di hari itu. Dalam beberapa hadits yang berbicara tentang hari rabu yang bagus ataupun yang jelek. Salah satunya adalah Hadits yang diriwayatkan oleh abu hurairoh. Rasulullah SAW bersabda :
وَخَلَقَ النُّورَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ
Artinya : Dan Alla SWT menciptakan cahaya pada hari rabu.(HR Muslim hal 2149 juz 4 no 2789)
Sedangkan Hadits-hadits lain yang menjelaskan tentang keburukan hari Rabu kebanyakan lemah dan ada juga yang menhukumnya palsu. Salah satu hadits yang dikatagorikan Sohih namun ada juga sebagian yang menghukumnya hadits hasan yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar
وَاجْتَنِبُوا الْحِجَامَةَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ، فَإِنَّهُ الْيَوْمُ الَّذِي أُصِيبَ فِيهِ أَيُّوبُ بِالْبَلَاءِ، وَمَا
يَبْدُو جُذَامٌ، وَلَا بَرَصٌ إِلَّا فِي يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ، أَوْ لَيْلَةِ الْأَرْبِعَاءِ
Artinya : Jauhila oleh kalian berbekam hari rabu maka sesungguhnya hari itu hari diman ditimpa padanya Nabi Ayub AS bala’ dan tiada datang penyakit lepra dan penyakit belang kecuali pada hari rabu atau malam rabu (HR Ibnu Majah hal 1153 juz 2 no 3488)
Misal dari hadits hadits yang lemah disebutkan dalam kitab Kasyful Khafa karangan Imam Al Ajluniy :
آخر أربعاء في الشهر يوم نحس مستمر
Artinya : Akhir rabu dalam bulan adalah hari celaka yang terus menerus.
يوم الأربعاء يوم نحس مستمر
Artinya : Hari rabu adalah hari sial yang terus menerus. (lihat Kasyful Khafa hal 18 juz 2)
Setelah beliau menyebutkan Hadits-hadits ini beliau berpendapat sebagaimana dinukil dari kitab Siroh Halabiyyah bahwa Hadits yang memuji hari Rabu itu ditujukan pada selain Rabu yang terakhir dari bulan dan hadits yang menyebutkan keburukan hari Rabu itu ditujukan pada Rabu terakhir dari bulan. Dari literatur yang ada dapat kita lihat bahwa kepercayaan tentang shafar dan rabu khususnya akhir rabu yang mendatangkan celaka memang sudah ada dari dulu akan tetapi Rasulallah sudah memberikan kita petunjuk untuk menyikapinya bahwa segala sesuatu itu Terjadi dengan Qodlo’ dan qodar dari Allah SWT dan kita diperintahkan untuk berikhtiyar. Oleh karena itu menyikapi hal ini para ulama khususnya pada bulan sahafar terlebih pada akhir rabu shafar yang dikenal masyarakat sebagai “REBO BONTONG” untuk menghilangkan takhayyul dan ketakutan ini mereka mengajak masyarakat untuk keluar rumah melaksanakan aktifitas sehari-hari bahkan menganjurkan mereka untuk pergi rihlah (jalan-jalan). Sebagian Para Ulama lebih cenderung melakukan ritual ibadah berupa dzikir dan doa ataupun ziarah ke maqom para Auliya dan Sholihin dan munajat untuk menolak bala berdoa Kepada Allah SWT untuk mengangkat bala dan mecurahkan keselamatan bagi ummat. Imam Ibnu Rajab berkata : “Demikian juga menganggap sial dengan hari-hari seperti hari rabu dan sungguh telah diriwayakan bahwasanya hari rabu itu hari celaka yang terus menerus di dalam hadits yang tidak sahih tetapi sebaliknya diriwayatkan dalam Al Musnad dari Jabir RA bahwasanya Nabi SAW berdoa atas orang-orang ahzab pada hari senin dan selasa dan rabu maka Beliau diijabahi pada hari rabu dintara zuhur dan asar. Berkata Jabir RA : Maka tiada menimpa dengan diriku suatu perkara yang penting dan susah kecuali aku bermaksud pada waktu itu untuk berdoa kepada Allah SWT maka aku tahu Allah SWT mengijabahinya. Adapun pengkhususan kesialan pada suatu zaman tidak dengan zaman yang lain seperti bulan shafar atau selainnya maka tidak benar dan sesungguhnya zaman itu semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan padanya terjadi semua perbuatan manusia maka setiap zaman yang digunakan oleh seorang mukmin untuk berbuat taat kepada Allah maka itu adalah zaman yang diberkahi dan setiap zaman yang digunakan oleh seorang hamba untuk bermaksiat kepada Allah maka itulah zaman yang sial dan kesialan itu hakikatnya adalah maksiat kepada Allah SWT.
Jadi, tradisi Rebo bontong bertujuan untuk menghilangkan anggapan sial dan tahayul sebagaimana dipercayai oleh orang-orang jahiliyah dan sudah sesuai dengan syariat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Agar senantiasa kembali kepada Allah SWT dan bertawakkal kepada-Nya. Adapun perbuatan maksiat yang dilakukan oleh sebagian orang dengan mengatasnamakan Rebo bontong bukan berarti menjadikan Rebo bontong itu dikategorikan perbuatan maksiat atau Bid’ah Dholalah akan tetapi perbuatan maksiat itulah yang salah dan sesat, ada juga sebagian para Ulama dan orang-orang muslim dalam mengisi Rebo bontong mereka berdo’a berdzikir dan berziarah ke kuburan para Auliya’ dan Solihin serta munajat kepada Allah SWT. Untuk keselamatan ummat sebagai mana kita lihat dinegeri kita ini bahkan di negeri Hadra maut Yaman (asal keislam Indonesia) kita dapat menemukan kegiatan semacam ini.
Pengkhususan suatu ibadah seperti ziarah dan dzikir pada waktu tertentu boleh hukumnya, pendapat ini dikemukakan oleh Imam nawawi dalam syarah Al-Muslim demikian pula Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani didalam Fathulbarri ketika menjelaskan Hadits ziarahnya Rosulullah SAW ke kuba setiap hari Sabtu. Imam Ibnu Akil dalam Al-Funun berkata :”Aku melihat orang-orang memperbanyak do’a dan ziarah kubur pada hari Rabu dan aku tidak mengetahui apakah mereka memiliki landasan pada sesuatu, maka aku temukan didalam riwayat Al-qodi Abu Toyyib dari Al-Gitrifi dengan sanadnya dari Jabir Bin abdillah. Hadits ini adalah Hadits tentang do’anya rasulullah SAW pada waktu perang Ahzab yang diijabahi pada hari rabu sebagaimana telah disebutkan.
Untuk menutup pembahasan ini adbaiknya kita menelaah perkataan imam Assuhaili yang di nukil oleh imam Al-Manawi sebagimana disebutkan oleh Al-Ajluni dalam Kasful khofa ketika menjelaskan Hadits tentang anggapan hari rabu adalah hari yang celaka : “Kecelakaannya itu bagi orang-orang yang beranggapan sial dan bertahayul yaitu orang-orang yang kebiasaannya tahayul dan meninggalkan mengikuti Rasulullah SAW dalam meninggalkan kepercayaannya dan ini sifat orang yang sedikit tawakkalnya oleh karena itulah yang memudharatkan dalam setiap aktifitasnya”. Kemudian Imam almanawi berkata : “Kesimpulannya bahwasanya orang yang menjaga hari rabu atas jalan bertahayul dan mempercayai peramal dan ahli perbintangan itu hukumnya haram karena semua hari itu milik Allah SWT yang tiada memberi mudharat dan tida pula manfaat dengan dirinya dan orang yang melakukan itu tanpa mempercayai hal tersebut tidak mengapa dan barang siapa yang bertahayul diliputi dengan kecelakaan dan orang yang yakin tiada yang memberi mudarat dan manfaat kecuali Allah tidak akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Rasulullah SAW mengajarakan kita Do’a dalam ondisi ini
اللهم لا خير الا خيرك ولا طير الا طيرك ولا اله غيرك
Artinya :”Ya Allah tiada kebaikan kecuali kebaikanmu dan tiada kesialan kecuali kesialanmu dan tiada Tuhan selain engkau. Wallohua’lam,_






------------------------------------------------------------------------------------------------------

ARSIP 1

HIJRAH UNTUK KESATUAN UMMAH

Oleh :
H. Zafrul Fauzan Tabrani

Segala puji bagi Allah seru sekalian alam, shalawat dan salam terlimpah atas penghulu manusia, yang terdahulu dan yang terakhir, yakni junjungan kita Nabi Muhammad saw., juga atas segenap keluarganya yang suci sampai hari kemudian.
Akhir-akhir ini muncul sebagian golongan umat Islam yang mengklaim dirinya telah menjalankan syari’at (agama) paling benar, paling murni, pengikut para Salaf Sholeh dan menuduh serta melontarkan kritik tajam sebagai perbuatan sesat dan syirik kepada sesama muslim, bahkan sampai berani mengkafir- kannya, hanya karena perbedaan pendapat dengan melakukan ritual-ritual Islam seperti ziarah kubur, berkumpul membaca tahlilan/yasinan untuk kaum muslimin yang telah meninggal, berdo’a sambil tawassul kepada Nabi saw. dan para waliyyullah/sholihin, mengadakan peringatan keagamaan diantaranya maulidin/kelahiran Nabi saw., pembacaan Istighotsah, dan sebagainya. Ini adalah fitnah yang amat keji dan membuat perpecahan antara sesama muslim. Alasan yang sering mereka katakan bahwa semuanya ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulallah saw., atau para sahabat, dengan mengambil dalil hadits-hadits dan ayat-ayat Al Qur’an yang menurut paham mereka bersangkutan dengan amalan-amalan tersebut. Padahal ayat-ayat ilahi dan hadits Rasulallah saw. yang mereka sebutkan tersebut ditujukan untuk orang-orang kafir dan orang-orang yang membantah, merubah dan menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya. Golongan pengingkar ini sering mengatakan hadits-hadits mengenai suatu amalan yang bertentangan dengan pahamnya itu semuanya tidak ada, palsu, lemah, terputus dan lain sebagainya, walaupun hadits-hadits tersebut telah dishohihkan oleh ulama-ulama pakar hadits.
Perbedaan pendapat antara kaum muslimin itu selalu ada, tetapi bukan untuk dipertentangkan dan dipertajam dengan saling mensesatkan dan mengkafirkan satu dengan yang lainnya. Pokok perbedaan pendapat soal-soal sunnah, nafilah yang dibolehkan ini hendaknya dimusyawarahkan oleh para ulama kedua belah pihak. Karena masing-masing pihak sama-sama berpedoman pada Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulallah saw. (hadits), namun berbeda dalam hal penafsiran dan penguraiannya (sudut pandang mereka). Janganlah setelah menafsirkan dan menguraikan ayat-ayat Allah dan hadits Nabi saw. mengecam dan menyalahkan atau berani mensesatkan/meng- kafirkan kaum muslimin dan para ulama dalam suatu perbuatan karena tidak sepaham dengan madzhabnya. Orang seperti ini sangatlah fanatik dan extreem yang menganggap dirinya paling benar dan faham sekali akan dalil-dalil syari’at,menganggap kaum muslimin dan para ulama yang tidak sependapat dengan mereka, adalah sesat,bodoh dan lain sebagainya. Kami berlindung pada Allah swt., dalam hal tersebut.
Kita boleh mengeritik atau mensalahkan suatu golongan muslimin, bila golongan ini sudah jelas benar-benar menyalahi dan keluar dari garis-garis syari’at Islam. Umpama mereka meniadakan kewajiban sholat setiap hari, menghalalkan minum alkohol, makan babi dan lain sebagainya, yang mana hal ini sudah jelas dalam nash bahwa sholat itu wajib dan minum alkohol dan makan babi itu haram.
Banyak sekali ayat-ayat Ilahi dan perintah Rasulallah saw. agar kita bersangka baik dan tidak mengkafirkan antara sesama muslim, bila ada perbedaan dengan mereka alangkah baiknya jika diselesaikan dengan ber- dialog!
Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 125: ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Sebagai ummat yang terbaik, kita tentu tidak ingin tercerai berai hanya lantaran berbeda pandangan dalam beberapa masalah yang tidak prinsipil. Kalau kita teliti lebih dalam ajaran-ajaran Islam, maka kita akan temukan persamaan diantara golongan masih jauh lebih banyak daripada perbedaan dalam menafsirkan ajaran-ajaran Islam tersebut. Tapi kenyataan yang terjadi justru perbedaan yang tidak banyak itulah yang sering diperuncing dan ditampakkan sementara persamaan yang ada malah disembunyikan. Bukankah perbedaan paham disikapi dengan saling sesat menyesatkan satu sama lain, sudah tentu, akan mengakibatkan munculnya permusuhan, membikin kesulitan dan memutuskan tali persaudaraan. Menuduh, mengolok-ngolok kaum muslimin dengan tuduhan dan memberi gelar yang sangat buruk seperti bid’ah dholalah, laknat membawa kepada kefasikan apalagi syirik ini sama dengan ‘kufur’. Kalau memang dakwah golongan yang suka mengolok-olok ini senantiasa berdasarkan Al-Qur’an, mengapa mereka melanggar tuntunan Al-Qur’an dalam surat Al-Hujurat ayat 11 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah satu kelompok mengolok olok kelompok yang lain karena bisa jadi mereka yang diolok-olok itu justru lebih baik dari mereka yang mengolok-olok. janganlah pula sekelompok wanita mengolok-olok kelompok wanita yang lain karena bisa jadi kelompok wanita yang diolok-olok justru lebih baik dari kelompok wanita yang mengolok-olok. janganlah kalian mencela sesamamu dan janganlah pula kalian saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Sejelek-jelek sebutan sesudah beriman adalah sebutan ‘fasiq’ . Karenanya siapa yang tidak bertobat (dari semua itu), maka merekalah orang-orang yang dzalim”.
Begitu juga kalau dakwah golongan tersebut senantiasa berdasarkan kepada hadits Nabi saw yang shahih, lalu mengapa mereka melanggar beberapa hadits shahih diriwayatkan oleh Bukhori :
«إِنَّ المُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا» وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ
“Seorang mukmin itu terhadap mukmin yang lain adalah laksana bangunan, yang sebagiannya mengokohkan sebagian yang lain” (Bukhari juz 1 hal 103 no 481)
Hadits lainnya riwayat Muslim dari Ibnu Umar:
أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا، إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ، وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ
“Barangsiapa yang berkata pada saudaranya ‘hai kafir’ kata-kata itu akan kembali pada salah satu diantara keduanya. Jika tidak (artinya yang dituduh tidak demikian) maka kata itu kembali pada yang mengucapkan (yang menuduh)”. (Muslim juz 1 hal79 no111)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhori:
«مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا، وَصَلَّى صَلاَتَنَا، وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا، فَهُوَ المُسْلِمُ، لَهُ مَا لِلْمُسْلِمِ، وَعَلَيْه مَا عَلَى المُسْلِمِ»
“Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, menganut kiblat kita (ka’bah), shalat sebagaimana shalat kita, dan memakan daging sembelih an sebagaimana sembelihan kita, maka dialah orang Islam. Ia mempunyai hak sebagaimana orang-orang Islam lainnya. Dan ia mem- punyai kewajiban sebagaimana orang Islam lainnya”.( Bukhari juz 1 hal 87 no 393)
Hadits riwayat At-Thabrani dalam Al-Kabir ada sebuah hadits dari Abdullah bin Umar dengan isnad yang baik bahwa Rasulallah saw.pernah memerintah kan:
«كُفُّوا عَنْ أَهْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ لَا تُكَفِّرُوهُمْ بِذَنْبٍ، فَمَنْ أَكْفَرَ أَهْلَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ فَهُوَ إِلَى الْكُفْرِ أَقْرَبُ»
“Tahanlah diri kalian (jangan menyerang) orang ahli ‘Laa ilaaha illallah’ (yakni orang Muslim). Janganlah kalian mengkafirkan mereka karena suatu dosa”. Barang siapa mengkafirkan ahli la ilaha illaallah maka dia kepada kekafiran lebih dekat”.( At thabrani alkabir juz 12 hal 272 no 13089)
Hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra telah mendengar Rasulallah saw. bersabda:
«إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، يَنْزِلُ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ»
“Sungguh adakalanya seorang hamba berbicara sepatah kata yang tidak diperhatikan, tiba-tiba ia tergelincir ke dalam neraka oleh kalimat itu lebih jauh dari jarak antara timur dengan barat". (HR.Muslimjuz 4 hal 2290 no 2988)
Memahami hadits ini kita disuruh hati-hati untuk berbicara, karena sepatah kata yang tidak kita perhatikan bisa menjerumuskan kedalam api neraka.
Jelas buat kita dengan adanya ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulallah saw. di atas, kita bisa bandingkan sendiri bagaimana tercelanya orang yang suka menuduh sesat, kafir, syirik terhadap sesama musliminnya yang senang melakukan amalan-amalan kebaikan (diantaranya dzikir bersama, tahlilan, memperingati hari lahir Nabi saw. dan sebagainya) disebabkan mereka tidak sefaham atau sependapat dengan orang ini. Begitu juga orang yang mencela, mensesatkan satu madzhab karena tidak sepaham dengan madzhabnya. Sebab tuduhan ini sangat berbahaya. Nabi saw. menyuruh agar kita harus berhati-hati dan tidak sembarangan untuk berbicara, yang mana ucapan itu bisa mengantarkan kita ke neraka. Malah perintah Allah swt. (dalam surat Toha ayat 43-44) kepada Nabi Musa dan Harun -‘alaihimassalam- agar mereka pergi keraja Fir’aun yang sudah jelas kafir dan melampaui batas untuk mengucapkan kata-kata yang lunak/halus terhadapnya, barangkali dia (Fir’aun) bisa sadar/ingat kembali dan takut pada Allah swt. Untuk orang kafir (Fir’aun) saja harus berkata halus apalagi sesama muslim.
kami mencoba menjawab seputar masalah yang menjadi polemik dikalangan ummat islam seperti Bid’ah (masalah baru), Tawassul, Tabarruk dan sebagainya yang dikutip dan dikumpulkan dari bagian-bagian yang penting saja dari keterangan dan tulisan para ulama. Semoga Tulisan ini menjadikan kita memahami dan tidak ikut mensesatkan atau mengkafirkan kaum muslimin yang menghadiri majlis majlis dzikir atau mengikuti madzhab yang lain dari madzhabnya sehingga mewujudkan kesatuan dan persatuan antar umat Islam yang sudah terpecah belah. Insya Allah semuanya ini bisa membuka hati kita untuk menyelidiki kebenaran dan hanya kepada Allah swt. kita memohon agar manfaat tulisan ini bisa tersebar dan dicatat oleh- Nya sebagai amalan yang ikhlas untuk yang Maha Mulia, menjadi penyebab keridhaan-Nya serta mendekatkan kita kepada-Nya.